peristiwa-ibu-kota

Mengulas Konspirasi Pemenang Tender Pembangunan Jakarta International Stadium

Rabu, 6 Januari 2021 | 15:20 WIB
images (56)



Jakarta,Klikanggaran.com - Pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) atau Stadion BMW yang bakal menjadi kandang klub sepak bola Persija Jakarta, masih menjadi pertanyaan yang belum tuntas terjawab. Permasalahan tender yang dimenangkan oleh peserta tender dengan harga tertinggi masih belum jelas latar belakang alasannya.




PT Jakarta Propertindo (Jakpro), sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mendapatkan mandat dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta selaku pemilik proyek, beralasan bahwa mereka memilih pemenang tender berdasarkan bobot faktor kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan bobot faktor harga. Menurut keterangan petinggi Jakpro, bobot penilaian untuk teknis mencapai 70%, sedangkan pertimbangan harga 30%.




“Kami mau jangkau kualitas dulu, teknis inovasi dan pendekatan desain. Baru setelah itu, nilai harga,” kata Iwan Takwin, Direktur Konstruksi JIS PT Jakarta Propertindo.




Seperti diketahui, melalui berbagai pemberitaan, tender pembangunan JIS yang diikuti oleh dua konsorsium peserta tender telah dimenangkan oleh konsorsium Kerja Sama Operasi (KSO) PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE), PT Jaya Konstruksi, dan PT PP Tbk (PTPP).



 


Karena penentuan pemenang tender dianggap bermasalah, konsorsium KSO PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, PT Nindya Karya dan PT Indah Karya, sebagai peserta tender yang merasa dirugikan dengan keputusan pelaksana tender mengajukan keberatan.


Selain melayangkan surat kepada penyelenggara tender, mereka juga mengirimkan surat kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Surat tersebut, berisi keberatan atas proses lelang yang telah dilakukan.




Konsorsium yang dipimpin oleh PT Adhi Karya mempermasalahkan posisi PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk sebagai peserta tender. Karena, PT Jakarta Propertindo sebagai pelaksana tender sebenarnya mengundang PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA), namun yang mengikuti tender justru anak perusahaannya, PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk. (WEGE).




Tak hanya itu. Konsorsium Adhi Karya juga mempersoalkan proses lelang yang dilakukan. Mereka mempertanyakan penilaian pelaksana lelang yang memberi bobot lebih kecil kepada mereka ketimbang yang diberikan kepada Konsorsium Wika Gedung (PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk.). Padahal, Konsorsium Adhi Karya mengajukan penawaran lebih murah Rp 300 miliar ketimbang yang diajukan Konsorsium Wika Gedung.




Berdasarkan dokumen lelang, Konsorsium KSO Wika Gedung mengajukan penawaran harga senilai Rp 4,08 triliun. Sedangkan Konsorsium KSO Adhi Karya mengajukan penawaran Rp 3,78 triliun. Namun, KSO Adhi Karya bobotnya hanya dinilai sebesar 15 untuk harga. Sedangkan, KSO Wika Gedung bobotnya untuk harga mendapatkan 27,78.




Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, juga merasa aneh dengan keputusan lelang yang diputuskan oleh PT Jakarta Propertindo tersebut.


Menurut Uchok, dalam konteks kedua konsorsium peserta tender adalah perusahaan-perusahaan besar yang berpengalaman, seharusnya keputusan pemenangan tender diberikan kepada pihak yang menawarkan harga lebih rendah.


“Apalagi, perbedaannya mencapai Rp 300 Miliar. Itu bukan uang yang sedikit, bisa untuk makan gratis satu juta orang sehari,” ujar Direktur CBA melalui keterangan tertulisnya.




Logikanya, lanjut Uchok, peserta yang mengikuti tender adalah perusahaan-perusahaan yang tidak hanya berpengalaman, tapi keduanya sama-sama dihuni oleh beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kompetensi di bidang konstruksi.




“Teknologi apa sih yang membedakan kedua peserta itu sehingga perbedaan harga yang begitu besar bisa diabaikan. Pantas saja jika masyarakat menganggap ada kongkalikong dalam proses tender tersebut,” ucap Uchok dengan nada mempertanyakan.

Halaman:

Tags

Terkini