Jakarta, Klikanggaran.com - Isu tidak mengenakkan bagi DPR akhir-akhir ini terus bergulir. Beberapa media massa memberitakan ketidakhadiran anggota DPR pada rapat komisi maupun rapat paripurna. Absensi anggota DPR dipajang seusai rapat di mading (majalah dinding) DPR, sehingga banyak wartawan mengetahuinya, maka tak salah jika salah satu pewarta memberitakan jumlah ketidakhadiran anggota dewan yang tergolong cukup tinggi.
Mengambil istilah psikologi, jika seseorang dituduh atau dianggap tidak baik, kemungkinan besar dirinya akan menyangkal secara refleks dan menuduh orang lain yang berbuat salah, dan ini tidak hanya berlaku bagi seseorang. Sebuah organisasi pun akan segera mengklarifikasi bahwa mereka tidak seperti itu. Ini self denial syndrome (sindrom penyangkalan diri) namanya.
DPR sebagai salah satu institusi tinggi di negara ini buru-buru membuka diri dan menyampaikan informasi yang sebenarnya tidak seperti itu (angka ketidakhadiran yang tinggi). Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani pun mengelak, dan memberitahu bahwa masih banyak anggota dewan yang komitmen. Irma dan beberapa anggota dewan lainnya mengundang netizen dan blogger ke Gedung DPR, Kamis (17/11/2016).
“Ini mesti clear, temen-temen harus tahu, jauh lebih banyak anggota DPR yang masih punya komitmen. Saya sedih sekali ketika blogger dan media selalu mendegradasi parlemen,” ujar Irma dalam acara ‘Kopi Darat Netizen dan Blogger’ yang diselenggarakan Sekretariat Jenderal DPR RI.
Irma juga curhat, jika menjadi anggota DPR sangat melelahkan ketika menjalankan tugasnya. Dengan frame legislasi dan aspirasi, anggota DPR diminta untuk menemui konstituen, menemui mitra kerja, dan rapat penyusunan RUU. Kelelahan itu dilakukan sebagai komitmen konstitusional.
“Anggota dewan yang baik itu pasti capek. Setiap reses saya turun ke 10 kabupaten,” jelas politisi Nasdem tersebut.
Menurut Irma, khalayak ramai jangan terlebih dahulu membuat opini yang mendegradasi parlemen. Pemerintahan (eksekutif) akan butuh pengawasan (legislative) supaya lebih seimbang. Kedua lembaga pemeritahan tersebut sangat butuh relasi yang kuat, supaya tidak saling mengintimidasi.
“Karena pemerintah yang absolut itu pasti diktator. Maka dari itu perlu keseimbangan. Parlemen yang kuat harus diimbangi dengan pemerintahan yang kuat. Tidak boleh ada pemerintahan kuat, tapi parlemen tidak kuat, atau sebaliknya. Tak boleh ada intimidasi dari kedua lembaga tersebut,” jelasnya.