Palembang,Klikanggaran.com - Polemik dugaan korupsi dana hibah Masjid Sriwijaya cukup menyita perhatian, pasalnya dana hibah sebesar Rp130 miliar hanya menjadi onggokan bangunan bak sisa perang, mirisnya lagi Yayasan Wakaf Sriwijaya tak mampu menyediakan dana untuk melanjutkan pembangunan masjid terbesar di Asia tersebut.
Bahkan, nestafa Yayasan Wakaf Sriwijaya juga belum mempertanggungjawabkan penggunaan dana hibah 2015 - 2017 senilai Rp130 miliar. Dampak dari belum adanya pertanggungjawaban maka potensi kerugian negara sebesar Rp130 miliar ditanggung renteng Yayasan Wakaf Sriwijaya selaku penerima hibah.
Akan tetapi, hal yang menarik dari proses penganggaran dana hibah ini tak luput dari persetujuan DPRD Sumsel, Apakah memang dibahas dalam rapat anggaran dan disetujui oleh Panggar, banggar dan komisi-komisi terkait? Selanjutnya, bagaimana hasil evaluasi Kemendagri terkait belanja langsung Kepala Daerah berupa dana hibah khusus Masjid Sriwijaya?
Deputy MAKI Sumsel, Ir. Feri Kurniawan, menuturkan bahwa secara aturan pemberian dana hibah maka pemberi dan penerima hibah harus mempertanggungjawabkan anggaran hibah yang telah digelontorkan.
"Akan tetapi yang lebih utama adalah bagaimana anggaran ini bisa lolos menjadi APBD yang diduga tanpa evaluasi Kemendagri," ujar Feri, Kamis (24-6).
Selain itu, kata Feri, pimpinan DPRD Sumsel, Banggar dan komisi terkait menjadi kunci dana hibah tersebut hingga masuk dalam APBD Sumsel yang selanjutnya dibuatkan Pergub dan Perda oleh Pemprov Sumsel.
"Bila masuk dalam APBD Sumsel 2015 dan 2017 tanpa prosedur maka bisa disebut dana hibah siluman, pengguna anggaran dalam hal ini Gubernur Sumsel dan DPRD Sumsel menjadi faktor utama bergulirnya dana hibah ini, termasuk hasil evaluasi Kemendagri terkait dana hibah dalam RAPBD Sumsel," jelas Feri.
Lebih lanjut Feri menuturkan, bila pemberian hibah kepada Yayasan Wakaf Sriwijaya tidak dilakukan dengan aturan yang berlaku maka dapat dikatakan telah terjadi pemalsuan dokumen yang menjadi dasar penetapan tersangka tindak pidana korupsi mengacu pada pasal 5 undang-undang Tipikor.
"Ada baiknya proses hukum kita serahkan ke pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel), dan selaku warga yang baik kita lakukan pengawasan terkait proses penyidikannya agar tidak melenceng dari fakta sebenarnya," ujar Feri.
"Dana hibah masjid Sriwijaya menjadi PR besar Kejati Sumsel karena banyak pihak yang terlibat, serta potensi kerugian negara yang cukup signifikan yaitu Rp130 miliar, akankah proses hukum dugaan korupsi ini bernasib sama dengan kasus Bansos 2013 yang menjadi catatan hitam terkait kinerja aparat hukum?" Tandas Feri.