Batanghari, klikanggaran.com- Aneh, nilai Perhitungan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang disampaikan oleh Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kabupaten Batanghari kepada salah satu wajib pajak melebihi dari nilai kuitansi pembayaran jual beli sehingga menimbulkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang harus dibayar oleh wajib pajak membengkak.
Hal ini disampaikan oleh salah seorang warga Muara Bulian yang mohon namanya tidak ditulis, tetapi minta disebut saja EP di kediamannya Jalan Sultan Taha Muara Bulian Kelurahan Rengas Condong Kecamatan Muara Bulian.
EP menceritakan bahwa beberapa waktu lalu dia ada menjual dua unit rokoh dikawasan kota Muara Bulian, dalam transaksi penjualan masing-masing rokoh terjual dengan nilai Rp200 jt kepada pihak pembeli. Dikarenakan si pembeli menginginkan transaksi jual-beli melalui PPAT/Notaris maka proses surat menyurat dilakukan.
Setelah proses jual beli selesai, EP menerima Surat Pemberitahuan Objek Pajak Bumi dan Bangunan (SPOP PBB) dari pihak Bakeuda, namun anehnya dalam perhitungan NJOP nilai transaksinya menjadi sebesar Rp320 jt dan satunya Rp300 jt, lebih besar dari transaksi jual beli yang sebenarnya Rp200 jt/unit rokoh yang dijual, kata EP sambil geleng-geleng kepala.
"Yang lebih heran lagi, rokoh saya ini dalam hitungan luasnya berbeda-beda, padahal ukuran bentuk, ukuran tanah sama, rokoh saya tersebut satu bangunan tidak terpisah. Dalam perhitungan NJOP satu unit luas tanah 100 m², bangunan 106 m² sedang satu unit luas tanah 77 m², luas bangunan 82 m², ini kan aneh," lanjutnya.
Dengan perhitungan NJOP tersebut EP dikenakan setoran pajak BPHTB sebesar Rp 25 juta, yakni dari nilai harga transaksi Rp320.000.000,- setoran pajaknya sebesar Rp 13.000.000 dan dari nilai harga transaksi untuk satu unit lagi Rp300.000.000, sebesar Rp 12.000.000. Selain setoran pajak dari EP itu pun sama dibayarkan juga oleh pembeli kurang lebih Rp25 juta sehingga kami penjual dan pembeli stor pajak BPHTB sebesar kurang lebih Rp 50 juta.
"Saya jadi malas mau bayar pajak untuk selanjutnya jika cara perhitungan tidak jelas seperti ini," keluh EP.
Saya yakin dalam jual beli orang akan lebih memilih jual beli dibawah tangan, jika dalam jual beli secara resmi seperti kami ini, perhitungan NJOP tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya dari penjual dan pembeli. Jika demikian bagaimana Daerah kita mau memperoleh PAD, ungkapnya.
"Sebagai penjual tentu saja kita ingin menjual sesuai dengan nilai pasar sebagaimana yang dikeluarkan oleh Bakeuda tersebut, pertanyaannya apakah bisa laku dijual dengan harga Rp300.000.000 - Rp320.000.000,- tersebut, sementara saya mau jual cepat karena adanya kebutuhan, saya berharap agar dalam hal jual beli ini pihak pemerintah dapat melakukan survei dan verifikasi sesuai dengan dilapangkan supaya masyarakat tidak merasa dirugikan," tandas EP.
Kepala Bakeuda Kabupaten Batanghari melalui Ahmad Darmawel ketika dikonfirmasi di rumah kerjanya Senin (29-03-2021) mengatakan bahwa harga transaksi sebesar Rp 300.000.000 - Rp 320.000.000 tersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan di lapangan.
"Jika wajib pajak merasa keberatan sampaikan kepada kami, melui surat," kata Mawel.
Sementa Indra sebagai bagian survei, yang juga turut mengampingi Darmawel, membenarkan nilai harga transaksi dalam perhitungan NJOP itu, sesuai dengan hasil survei Bakeuda di lapangan.
"Berdasarkan survei kami di sepanjang jalan tersebut harga untuk satu lantai saja sudah Rp200.000.000,- sedangkan rokoh itu dua lantai, maka kami menetapkan nilai jualnya sebesar Rp 300 jt - Rp 350 jt," jelas Indra.
"Kami tidak menganggap harga penjualan direkayasa, tapai kalau di kuitansi bisa saja ditulis demikian," sebut Indra.