Petani Karet: Persoalan Karet Bukan Hanya Harga, Tapi Juga Bibit Unggul

photo author
- Minggu, 10 Maret 2019 | 12:30 WIB
Petani Karet
Petani Karet

Palembang, Klikanggaran.com (10-03-2019) - Kunjungan Presiden Joko Widodo yang juga Capres nomor urut 01 ke Bumi Sriwijaya, Sabtu (09/03) kemarin, memberikan sedikit angin segar bagi petani karet, khususnya di wilayah Sumatera Selatan. Pasalnya, pada kunjungannya tersebut Pemerintah berencana akan mendongkrak harga komudity karet dengan melakukan pembelian karet petani untuk campuran aspal.

Pada terobosan ini, pemerintah mengklaim telah menyiapkan anggaran Rp 40 miliar untuk membeli karet petani Sumsel dan Lampung.

"Kami siapkan anggaran Rp 40 miliar," ujar Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, seusai acara Silaturahmi Jokowi dengan petani karet di Banyuasin, Sumatera Selatan, Sabtu (9/3).

Sebelumnya menurut Basuki, Kementerian PUPR telah mengeluarkan Rp 2,6 miliar untuk membeli karet atau setara 3 ribu ton dari petani yang ada di Sumatera Selatan.

Usaha pemerintah dalam memecahkan persoalan harga karet ini dianggap publik suatu tindakan yang sedikit terlambat. Pasalnya hampir dalam kurun waktu 4 tahun terakhir harga karet di tingkat petani hanya berkisar Rp5000-5500/kg. Bila diakumulasikan income pendapatan petani karet hanya berkisar Rp35.000-40.000/orang. Jika dibandingkan di era tahun 2010-2011, di mana harga karet di tingkat petani sempat mengairahkan yakni, menyentuh level Rp18.000/Kg.

Pantauan tim klikanggaran.com di lapangan pada beberapa daerah penghasil komuditi karet, saat ini yang dihadapi petani karet di beberapa wilayah Sumsel ternyata tidak hanya soal anjloknya harga karet. Akan tetapi, juga pada kuantitas latek atau jumlah getah yang dihasilkan oleh petani.

Misalnya saja di wilayah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (Pali). Wilayah yang didominasi oleh sektor agraris sebesar 60,61 persen ini, mengeluhkan turunnya jumlah latek (getah) pada pohon karet yang telah disadap.

"Baru pertama fenomena ini terjadi, daunnya gugur terus, getahnya (lateknya) sedikit," ujar Andriansyah, salah satu petani karet di Pali.

“Keadaan ini tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Kalau dulu normal, pada musim kemarau daunnya gugur, saat musim hujan daunnya kembali tumbuh, tapi saat ini gugur daunnya tak menentu," cetusnya.

Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat Pali, Tuasim H Yunus, berpendapat, sudah saatnya pemerintah merevalitasi bibit karet rakyat. Pasalnya, saat ini para petani karet tidak pernah mendapatkan jaminan bahwa bibit karet yang mereka tanam merupakan bibit yang benar-benar unggul.

"Bibit karet yang warga tanam sekarang itu di antaranya adalah turunan bibit inters tahun 98, nah kalau sekarang sudah tahun 2019, sudah turunan ke berapa?" tanya Tuasim.

Persoalan karet saat ini menurutnya bukan hanya pada harga, akan tetapi juga ada pada bibit karet yang petani tanam. Petani karet seringkali merasa binggung untuk membeli bibit karet unggul, utamanya pada masa tanam.

"Pemerintah sudah saatnya merevalitasi dan memikirkan pembuatan bibit karet unggul bagi petani. Bila perlu memiliki sertifikat, agar kelak ada jaminan bagi petani bahwa karet yang mereka tanam kelak tidak akan mengecewakan atau benar-benar menghasilkan,” cetusnya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X