Palembang, Klikanggaran.com (06-03-2019) - "Warga Dusun 1, Desa Kuala Puntian, Kabupaten Banyuasin, sangat berharap PT Cahaya Cermerlang Lestari (CCL), membuat kebun plasma untuk masyarakat desa setempat. Masyarakat juga berharap lahan yang diduga dicaplok secara sepihak oleh PT CCL seluas 980 Ha itu dapat dikembalikan kepada warga." Demikian dinyatakan LSM UGD dalam siaran persnya, diterima klikanggaran.com, Rabu (06/03/19).
Tidak hanya itu, LSM UGD juga menyoroti pemberian izin perkebunan kepada PT Kasih Agro Mandiri (KAM). Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang terletak di Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin ini, juga patut diduga belum merealisasikan kebun plasma bagi masyarakat. Tidak hanya itu, warga setempat juga merasa kecewa lantaran hak mereka diambil tanpa gati rugi atau kompensasi.
Belum terealisasinya kebun plasma diduga juga terjadi di perusahaan perkebunan PT Mahkota Andalan sawit (PT MAS) yang diketahui, juga berlokasi di Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin. Padahal pemberian izin perkebunan salah satu syaratnya adalah merealisasikan kebun plasma untuk masyarakat. Hal itu sesuai Permentan nomor 10/2007 diubah Permentan nomor 98/2013, kemudian UU nomor 39/2014, perusahaan perkebunan berkewajiban menyiapkan 25 persen lahan plasma atau mitra kerakyatan, yang paling lambat direalisasikan 3 tahun setelah mereka berdiri.
"Saat ini bukanlah zaman penjajahan dan perbudakan lagi, di mana hak warga negara adalah hak pemerintahan jajahan, sehingga bisa dengan seenaknya dicaplok dan di kuasai,” ujar Ketua LSM UGD, Feri Kurniawan.
Feri juga mengkritisi seringnya terjadi dugaan oknum pengurus perusahaan bekerja sama dengan oknum kepala desa untuk mencaplok tanah masyarakat, tanah desa, dan hutan lindung untuk areal perkebunan sawit.
"Masyarakat yang buta hukum dan tidak mengerti undang-undang sering dibohongi dengan janji-janji palsu, seperti misalnya diberi lahan plasma," kata Feri.
Hal ini diperparah lagi dengan mudahnya izin prinsip diberikan oleh Kepala Daerah Kabupaten dan Kepala Daerah Provinsi, yang menyebabkan lahan masyarakat berubah status menjadi kepemilikan koorporasi.
"Keluhan masyarakat kepada pemerintah terkesan dianggap menghambat masuknya investasi ke Indonesia, dan masyarakat menjadi korban intimidasi oknum preman dengan alasan menganggu aktivitas kebun," kata Feri mengakhiri.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan belum ada pihak yang bisa dikonfirmasi oleh klikanggaran.com terkait pernyataan LSM UGD ini.
Baca juga : Dinas Pendidikan Kota Palembang Dinilai Buruk Kinerjanya, Ini Sebabnya?