Riau, Klikanggaran.com - Sosialiasi Pemilihan Raya Mahasiswa berbasis online di Tata Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data/PTIPD (03/10/2016) di Gedung Rektorat lantai lima UIN Suska Riau adalah sebuah inovasi cemerlang dalam mewujudkan visi universitas, yang utama di tingkat dunia melalui pengembangan ajaran Islam, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Upaya ini mesti diapresiasi dan disupport oleh semua stakeholder kampus.
Selaras dengan yang disampaikan Plt. Presiden Mahasiswa UIN Suska Riau, Isnanto Abadi, yang mengapresiasi langkah cemerlang PTIPD dalam melakukan upaya pembaharuan yang modren, sistemik, akuntabel, dan efesien (Biaya dan waktu).
Kendati demikian, ada sekolompok mahasiswa yang secara spontan mengungkapkan kekesalan dan terkesan menolak mentah-mentah upaya pembaharuan tersebut dilaksanakan tahun ini, termasuk dari pihak Komisi Pemilihan Raya Mahasiswa (KPRM) yang menolak E-VOTING.
Sebenarnya KPRM itu sendiri dinilai cacat hukum karena penetapan Ketua PH-BLM tidak sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. Maka, secara otomatis itu berdampak terhadap legalitas KPRM. Tidak hanya di situ, Minarti Sara, seorang mahasiswa Fekonsos mengungkapkan kekecewaan terhadap KPRM yang tidak objektif dan tidak transparans dalam proses penyeleksian anggota. KPRM diduga lebih mengutamakan sekolompok mahasiswa tertentu.
Ada dua dalil penolakan E-VOTING yang mereka sampaikan. Pertama, E-VOTING tidak ada dalam Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK), karena pada pasal 4 Bab 2 tercantum bahwa PEMIRA menggunakan surat suara. Kedua, E-VOTING tidak berdampak signifikan terhadap antusias mahasiswa (pemilih). Yudi Utama yang menyampaikan penolakan tersebut juga mencontohkan Fakultas Sains dan Teknologi yang tidak maksimal dalam menyelenggarakan PEMIRA melalui E-VOTING.
Terkait kepastian Pasal 4 Bab 2 tentang PEMIRA menggunakan surat suara, mahasiswa sebagai kaum intelektual tidaklah etis kalau menafsirkan pasal tesebut secara parsial, dengan kata lain, memaksakan kehendak karena pasal itu bersifat multitafsir.
PEMIRA menggunakan surat suara tidak cukup diartikan sebagai suatu proses pemilihan melalui surat (kertas) yang bergambar calon presiden dan wakil presiden mahasiswa, lalu dicoblos dengan paku tembok. Tidak cukup sebatas itu saja.
Karena melalui E-VOTING, gambar calon Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa juga sudah tertera di layar monitor, kemudian pemilih tinggal meng-klik pilihan yang diyakini. Maka secara otamatis tertabulasi ke kotak suara komputer. Jika kita mau, kita juga dapat meng-print out semua datanya.
Dr. Edmon Makarim, S.kom S.H. LL.M menambahkan bahwa “Surat Suara Eloktronik dalam suatu pemilihan adalah surat suara yang sah secara hukum”. Dan, bukankah hasil E-VOTING adalah hasil surat suara?
E-VOTING adalah suatu inovasi yang cermerlang dalam sebuah pemilihan karena E-VOTING dapat menghitung data secara cepat dan akurat, transparan, bisa di-print-out, mengirim data secara otomatis ke perangkat komputer KPU/KPRM, mampu mendeteksi rekayasa surat suara, efesiensi (waktu dan biaya).
Sedangkan melalui sistem konvensional penghitungan suara dilakukan secara manual, potensi kecurangan lebih besar, mengirim data surat suara ke KPU/KPRM secara fisik dan berjangka waktu. Dan, bukankah setiap tahun kericuhan selalu bermula pada pengantaran surat suara dari TPS ke KPU/KPRM? Dengan E-VOTING kita dapat meminimalisir kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Perlu kita apresiasi langkah cemerlang PTIPD UIN Suska karena Hamam Riza, Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia pernah mengatakan bahwa E-VOTING merupakan pilihan yang inovatif dan penting dalam mendukung pilar demokrasi yang berkualitas, karena dengan E-VOTING ke-orisionalitas surat suara itu lebih dijamin.
Pun, penolak tetap bersikukuh bahwa yang dimaksud pasal tersebut “PEMIRA mengunakan surat suara” yang konvesional, maka kita juga tidak boleh mengacu pada pasal itu karena pada pasal 1 Bab 1 dijelaskan bahwa mahasiswa dituntut untuk bernalar, reformatif, inovatif, kreatif, meningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi, iman, dan takwa. Dan, bukankah ini sejalan dengan inovasi E-VOTING yang berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan bukankah ini upaya dalam menjaga demokrasi yang sehat, jujur, adil, dan tidak berpotensi besar terhadap kericuhan demokrasi kampus?