Jakarta, Klikanggaran.com (8/7/2017) - Untuk diketahui, ada dugaan pelanggaran di Kementerian Kesehatan atas pengelolaan penerimaan pemanfaatan Gedung Pelatihan Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik (PTTKEK) Bogor, yang diduga menyimpang.
Sebelumnya diketahui bahwa tahun 2015, Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik (PTTKEK) Bogor telah memperoleh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) berupa gedung pelatihan sebesar Rp2.701.253.647.
Namun, dari laporan yang diperoleh klikanggaran.com terkait pemanfaatan gedung pelatihan dan bukti setor PNBP, diketahui bahwa Kepala Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik telah melakukan kerja sama pengelolaan Gedung Pelatihan Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Bogor dengan Koperasi Pegawai Gizi dan Makanan Bogor Periode 2013 – 2015. Kerja sama tersebut dituangkan dalam Surat Perjanjian nomor HK. 02.04/III/2467/2013 tanpa tanggal.
Tujuan dilakukan kerja sama ini adalah untuk meningkatkan target Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun, tujuan ini tidak sesuai dengan kondisi riil, karena PNBP yang disetor hanya 3,71 persen dari total penerimaan selama satu tahun.
Bahkan rumornya, surat perjanjian kerja sama yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). Hal ini telah mencederai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah pada Pasal 27, 29, 32, dan 33.
Sehingga, penggunaan atas penerimaan dari pemanfaatan Aset BMN yang dikelola di luar mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) rawan terjadi penyimpangan.
Satu hal, penerimaan negara dari pendapatan jasa penempatan dana di Bank Persepsi dan penerimaan dari pemanfaatan BMN berpotensi tidak diterima dan tidak disetorkan ke kas negara. Dan, penempatan penerimaan atas pemanfaatan Aset BMN pada rekening pribadi berpotensi terjadi penyimpangan.
Maka, kondisi ini dinilai telah jauh dari aturan yang ditetapkan dan segera aparat hukum seperti Kejaksaan dan KPK menyelidikinya. Bila perlu, Menteri Kesehatan RI, Prof. Nila Moeloek, didatangkan untuk dimintai pertanggungjawabannya.