peristiwa-daerah

Diduga Caplok Lahan Warga, BPOLBF Diadukan ke Bupati dan DPRD

Kamis, 20 Mei 2021 | 12:31 WIB
Bpolbf 02

“BPO Labuan Bajo Flores itu bukan lembaga yang lebih besar. Bukan lembaga yang ditakuti,” katanya.


Pihak UPTD Kehutanan Mabar, Stefan Naftali, menyampaikan bahwa persoalan tersebut sudah terjadi sejak tahun 2020. Menurutnya, terdapat beberapa bagian lahan, termasuk lahan warga Lancang yang masuk dalam versi peta kawasan hutan Surat Keputusan (SK) No 357 Tahun 2016.


“Tahun lalu kita sudah fasilitasi warga Lancang untuk meluruskan itu. Garis seharusnya mengikuti tata batas tahun 1993-1997. Ada beberapa tempat yang sesuai. Pilarnya di tempat lain, garis petanya di tempat lain. Kami sudah sampaikan ke Dinas Kehutanan Provinsi,” kata Naftali.


Ia menjelaskan, hasil penelusuran pada tahun 2020 sudah dilaporkan ke Dinas Kehutanan Provinsi, supaya tidak ada kekeliruan dalam pemetaannya.


Penolakan warga terhadap peta Dinas Kehutanan dan BPO Labuan Bajo Flores karena warga adat Lancang, Wae Bo dan Raba telah menguasai lahan tersebut sejak tahun 1972.


Secara terpisah, Direktur Destinasi BPOLBF, Konstant Mardinandus, mengatakan saat ini BPOLBF justru membantu memperjuangkan lahan Area Penggunaan Lain (APL) seluas 38 hektare.


"Terkait informasi BPOLBF mengambil lahan warga itu tidak benar. Yang sedang dilakukan BPOLBF saat ini adalah membantu memperjuangkan lahan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 38 hektare yang telah dikeluarkan dari wilayah hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk dapat dimanfaatkan masyarakat," ujar Konstant seperti dilansir Antara, Selasa (18-5).


Konstant menjelaskan, secara faktual lahan Hutan Bowosie seluas 400 hektare tersebut sekarang sudah menjadi lahan pemukiman penduduk di Desa Gorontalo, Desa Golo Bilas, dan Kelurahan Wae Kelambu.


Lebih lanjut, kata dia, lahan yang dari statusnya ada dalam kawasan hutan kemudian beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman.


"Hingga saat ini, BPOLBF tidak pernah memiliki lahan yang dibilang 400 hektare itu, lahan yang dimaksud itu merupakan hutan produksi dengan status lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sampai hari ini semua masih dalam proses pengajuan izin pemanfaatan lahan," ujar dia.


Ia menambahkan secara regulasi lahan tersebut belum final dapat dimanfaatkan BPOLBF untuk dikembangkan kawasan pariwisata berkelanjutan.


"Artinya dari sisi regulasi di Perpres, surat keputusan KLHK, dan izin lainnya masih on proses, hingga nanti ketika sudah final sampai ke izin mendirikan bangunan yang sesuai dengan dokumen tata ruang," tandasnya.


Halaman:

Tags

Terkini