Atas pengumuman tersebut, perusahaan-perusahaan lain yang menjadi peserta lelang tersebut menyampaikan sanggahan.
"Tersangka USM selaku PPK mengetahui adanya sanggahan tersebut, namun setelah bertemu dengan pihak pemenang lelang, USM langsung menandatangani kontrak bersama PT BKM," tutur Laode.
Menurut Laode, pada Desember 2011 dilakukan pembayaran atas Peralatan Laboratorium Komputer MTs Tahun Anggaran 2011 sejumlah Rp27,9 miliar.
"Dugaan kerugian keuangan negara setidaknya Rp12 miliar," kata Laode.
Adapun pada pengadaan pengembangan sistem komunikasi dan media pembelajaran terintegrasi Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA), Kemenag melalui salah satu pejabatnya awalnya menyetujui konsep yang dipresentasikan oleh PT Telkom.
PT Telkom lantas diminta menyusun spesifikasi teknis dan harga perkiraan sesuai dengan konsep yang telah dibahas tersebut untuk persiapan lelang.
KPK menduga telah terjadi pertemuan-pertemuan antara beberapa pihak untuk menentukan pemenang dalam pengadaan tersebut.
"Saat pengadaan diduga terdapat permintaan agar proyek “dijaga” untuk menentukan pemenang lelang," ujar Laode.
Pada November 2011, tersangka Undang selaku PPK kemudian menetapkan dan menandatangani dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk kedua proyek tersebut.
KPK menduga nilai HPS disesuaikan dengan nilai penawaran yang sudah dapat memfasilitasi jatah untuk pihak “Senayan” dan pihak Kemenag saat itu. Pihak "senayan" diduga merujuk pada anggota parlemen saat itu.
Singkatnya, tim ULP akhirnya mengumumkan pemenang pengadaan yaitu PT Telkom. Kemudian, pada Desember 2011 dilakukan pembayaran total Rp56,6 miliar untuk kedua proyek tersebut.
"Dugaan kerugian keuangan negara setidaknya adalah Rp4 miliar," ujar Laode.
Tersangka Undang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca: Emrus: Wacana Hukuman Mati Untuk Koruptor Masih Sulit Untuk Diwujudkan
Kasus ini merupakan pengembangan yang sebelumnya telah memproses anggota badan anggaran DPR RI periode 2009-2014 Dzulkarnaen Djabar. Dia telah divonis 15 tahun penjara dalam kasus ini.