Jakarta, Klikanggaran.com (13/10/2017) - Bagaikan lirik lagu Govinda yang berjudul "Ajaib", carut marut perasaan rakyat Indonesia saat ini. Lagu yang puitis ini mendeskripsikan suasana hati rakyat yang sempat seperti putus asa melihat kondisi korupsi di negeri ini.
Bagaimana tidak serasa putus asa, hampir setiap hari bisa dilihat dan dibaca dalam pemberitaan, banyak pejabat yang ditangkap atas tindak pidana korupsi.
Selain itu, kesadaran pejabat akan anggaran negara yang bukan hak dan miliknya rupanya masih minim. Nafsu serakah bagaikan semut dan gula yang menggerogoti anggaran negara tak pernah habis.
Coba saja cek pada sistem pengendalian intern Badan Penyelenggaraan Haji terhadap saldo utang Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp77.828.074.334.345, yang diduga tidak dapat diyakini kewajarannya. Artinya, sekelas lembaga audit negara pun tidak mempercayai saldo utang BPIH tersebut.
Kenapa demikian?
Dari laporan yang diperoleh Klikanggaran.com mengungkapkan beberapa permasalahan terkait utang BPIH terikat, di antaranya yaitu:
Pertama, Saldo utang BPIH terikat tidak didukung dengan data yang memadai.
Kedua, Pencatatan saldo utang BPIH terikat tidak didasarkan hasil rekonsiliasi setoran awal antara data menurut Siskohat dengan data menurut Bank Penerima Setoran (BPS).
Kemudian terkahir, nilai tukar kurs yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak sesuai dengan kebijakan akutansi.
Sehingga atas permasalahan tersebut, wajar jika ada saldo utang yang tidak memadai. Semoga saja saldo utang tersebut tidak disalahgunakan alias tidak dikorupsi oleh pejabat terkait.