KLIKANGGARAN -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Kepala Divisi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT Pembangunan Perumahan (PT PP), Didik Mardiyanto, dan Senior Manager Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP, Herry Nurdy Nasution.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mangatakan bahwa para tersangka selama 20 hari pertama sejak 25 November hingga 14 Desember 2025.
"Para Tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 25 November sampai dengan 14 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK," ujar, dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa, 25 November 2025.
Lanjut Asep menjelaskan, bahwasannya selama 2022-2023 Divisi EPC PT PP menangani sejumlah proyek, baik yang dikerjakan sendiri maupun dalam konsorsium atau modus penggunaan vendor fiktif.
"Pada Juni 2022, Didik memerintahkan Herry menyiapkan dana Rp25 miliar yang diklaim untuk proyek Cisem. Agar pengeluaran tampak wajar, Didik dan Herry menggunakan vendor fiktif atas nama PT Adipati Wijaya. Nama-nama seperti Eris Pristiawan dan Fachrul Rozi, keduanya office boy, digunakan untuk membuat dokumen purchase order, tagihan fiktif, hingga validasi pembayaran. Setelah pencairan, dana dari vendor fiktif itu diteruskan kepada Didik dan Herry melalui staf dalam bentuk valuta asing," tutur Asep.
Selain vendor korporasi fiktif, kata Asep, keduanya juga menggunakan identitas perseorangan lain, Karyadi (driver), Apriyandi (office boy), dan Kurniawan (staf keuangan Divisi EPC), untuk proyek fiktif senilai Rp10,8 miliar.
"Perbuatan melawan hukum dengan modus penggunaan vendor fiktif ini, kembali dilakukan DM dan HNN secara berulang kali," ujarnya.
Selain itu juga, Asep menegaskan bahwa KPK menemukan 9 Proyek Fiktif. Dalam periode Juni 2022 hingga Maret 2023, KPK menemukan sembilan proyek fiktif dengan nilai total Rp46,8 miliar.
Deretan proyek itu meliputi, pembangunan Smelter Nikel Kolaka - Rp25,3 miliar Mines of Bahodopi Block 2 & 3, Morowali - Rp10,8 miliar, Sulut-1 Coal Fired Steam Power Plant, Manado - Rp4 miliar, PSPP Portsite, Timika - Rp1,6 miliar, MPP Paket 7 (Nabire, Ternate, Bontang, Labuan Bajo) - Rp607 juta, MPP Paket 8 (Jayapura & Kendari) - Rp986 juta, PLTMG Bangkanai, Kalteng - Rp2 miliar, Manyar Power Line, Gresik - Rp1 miliar, Proyek internal Divisi EPC - Rp504 juta.
Dari proyek Mines of Bahodopi Block 2 dan 3, Didik disebut mengalirkan uang untuk tambahan pembayaran THR dan Tunjangan Variabel (TVAR). Rinciannya: Kurniawan menerima Rp7,5 miliar dan Apriyandi Rp3,3 miliar.
Asep menegaskan, korupsi tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara setidaknya Rp46,8 miliar karena kas perusahaan dikeluarkan untuk pembayaran vendor fiktif tanpa menghasilkan manfaat.
"Para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP," pungkas Asep.