KLIKANGGARAN -- Hai Klikers. Kali ini kita akan menelusuri kebudayaan Jawa yang sangat terkenal yaitu ronggeng. Triogi karya Ahmad Tohari pertama kali diterbitkan pada tahun 1982.
Lewati trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari mengajak kita untuk menggali kekayaan budaya Jawa melalui novel Surat Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala.
Ronggeng Dukuh Paruk bukan hanya sebuah kisah, melainkan cermin kehidupan masyarakat pedesaan di Jawa. Trilogi ini memaparkan perjalanan seorang ronggeng bernama Srintil, seorang penari tradisional yang menghidupkan nuansa keindahan di desa kecil bernama Dukuh Paruk.
Dalam trilogi ini, proses menjadi seorang ronggeng tidak sekadar sebuah perjalanan biasa. Ada tahapan-tahapan yang membuatnya begitu menarik.
1. Penyerahan Calon Ronggeng kepada Dukun Ronggeng
Calon ronggeng diserahkan kepada dukun ronggeng untuk proses inisiasi dan pelatihan. Dukun ronggeng, sebagai ahli seni dan tradisi, memainkan peran penting dalam membimbing dan melatih calon ronggeng.
2. Pertunjukan Simbolis
Proses penyerahan dan pelatihan dilengkapi dengan pertunjukan simbolis, mengenalkan secara resmi calon ronggeng kepada masyarakat.
Baca Juga: Representasi Pewayangan Modern dalam Novel Rahvayana Aku Lala Padamu
3. Upacara Pemandian
Upacara pemandian ronggeng melibatkan partisipasi masyarakat desa, terutama sesepuh dan dukun, yang menentukan waktu dan persyaratan adat untuk upacara ini.
4. Tradisi Bukak Klambu
Buka klambu, semacam sayembara melibatkan laki-laki yang bersaing untuk meraih keperawanan calon ronggeng. Dukun menetapkan syarat uang atau apapun sebagai bentuk tantangan.
Dalam Ronggeng Dukuh Paruk, kita merasakan kekayaan budaya melalui tahapan-tahapan ini. Artikel ini menjadi jendela bagi pembaca untuk memahami bahwa karya ini bukan sekadar naratif, tetapi juga representasi mendalam tentang tradisi budaya, memberikan gambaran kehidupan dan nilai-nilai di masyarakat pedesaan Indonesia.
Dengan membaca kisah Srintil, kita seolah mengikuti jejak keelokan tradisi ronggeng dan merasakan warna-warni kehidupan di Dukuh Paruk.
Jadi, bagaimana, apakah tradisi ronggeng dalam novel ini berhasil mencuri perhatian kalian?
Penulis: Riska Muthiah (Mahasiswa Universitas Pamulang)
Artikel Terkait
Ada Apa di Film 172 Days : Aku Ikhlas, tapi Aku Rindu
Inilah Sosok Komika Aulia Rakhman, Diduga Lecehkan Nama Muhammad saat Open Mic, Kok Bisa?
Niat Atta Halilintar Pamer Kamar Para Karyawannya Malah Dapat Rujakan Netizen : Kayak di Penjara!
Gus Miftah Cari Komika Aulia Rakhman yang Diduga Hina Nama Nabi Muhammad: Siapa Komika Ini?
Terkait Pengungsi Rohingya ke Indonesia, Presiden Joko Widodo Duga Adanya Tindak Pidana Perdagangan Orang
DPW SAHI Prov Bali Gelar Pelatihan dan Sertifikasi Pembimbing Haji dan Umroh
Sabrina: Diterror Boneka Menyeramkan, Ada Iblis yang Menetap
Momen Grace Natalie Gunakan Penutup Kepala saat Berkunjung ke Pesantren Tuai Pro dan Kontra di Kalangan Warganet: Politik Identitas?
Representasi Pewayangan Modern dalam Novel Rahvayana Aku Lala Padamu
Larung Sesaji: Upacara Keagamaan Yang Memperkaya Budaya Indonesia Dalam Cerpen Budaya Di Ujung Laut Selatan Karya Zia