JAKARTA, Klikanggaran.com--Sertifikat Laik Fungsi (SLF) merupakan sertifikat terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat.
SLF adalah syarat mutlak bagi pengembang untuk mengurus dan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS) dengan terlebih dahulu melakukan pertelaan dan pemisahan masing-masing unit dan membuat akta pemisahan melalui Akta Pemisahan Rumah Susun yang dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).
Baca: Bank Mantap Tidak Memiliki Ketentuan Penggunaan Corporate Card Direksi ?
SHMSRS mencakup beberapa jenis bangunan seperti perkantoran strata title, kios komersial non pemerintah atau bangunan residensial seperti apartemen, kondominium, flat, dan rumah susun. Sertifikat yang diperuntukkan bagi unit rusun diterbitkan oleh kantor pertanahan sesuai dengan wilayah rusun tersebut berada.
Berdasarkan dokumen yang dihimpun klikanggaran.com diketahui bahwa PT Makassar Rezky Cemerlang (MRC) telah mengajukan permohonan kredit sesuai surat permohonan nomor MRC/2016/I/14/002 tanggal 14 Januari 2016 dengan struktur fasilitas kredit berupa KMK Konstruksi sebesar Rp75.000.000.000,00 dan Kredit Investasi sebesar Rp25.000.000.000,00.
BACA: Proyek Rp12,8 Milyar Pemprov Bengkulu Jadi Temuan BPK, Sarat Dokumen Palsu
Kredit Konstruksi sebesar Rp75.000.000.000,00 tersebut merupakan take over atas fasilitas kredit investasi pada Bank UOB yang dipergunakan untuk membiayai konstruksi pembangunan proyek DGS sesuai perjanjian kredit UOB Nomor 45 tanggal 27 Juni 2014, dengan maksimum sebesar Rp80.000.000.000,00, jangka waktu 60 bulan dan outstanding per 31 Desember 2015 sebesar Rp75.176.939.504,00.
Adapun Kredit investasi sebesar Rp25.000.000.000,00 merupakan tambahan fasilitas yang diberikan dan bertujuan untuk refinancing bangunan existing dan pembangunan extension mall DGS.
Permohonan take over fasilitas kredit dari UOB ke BNI dengan pertimbangan mengintegrasikan pembiayaan untuk penyelesaian pembangunan dan pembiayaan end user/pembeli kios DGS (dengan fasilitas KUR BNI) sehingga akan memudahkan pemantauan dan pengelolaan keuangan dan hasil penjualan.
Baca: Pencopotan Helmy Yahya Membawa “Dunia Dalam Derita” bagi Karyawan TVRI?
Saat take over dilakukan, Mall DGS telah beroperasi selama dua tahun dan jumlah kios yang terjual adalah 290 kios dari 761 kios yang tersedia (38,1%). Pola penjualan kios sebelum take over adalah dengan angsuran jangka waktu 36 bulan ke debitur atau dengan pola kas keras.
Permohonan kredit PT MRC disetujui sesuai SKK Nomor MKM/1/124/R tanggal 24 Maret 2016, dengan fasilitas dan syarat disposisi antara lain seluruh dokumen jaminan berupa Asli SHGB, Asli IMB atau fotokopinya, Surat Roya dan surat lunas, dan seluruh dokumen lainnya yang terkait.
Namun demikian, dalam SKK tidak menyebutkan syarat disposisi berupa terpenuhinya legalitas SLF dan SHMSRS sebagai bukti bahwa gedung layak difungsikan dan dasar kepemilikan atas strata title/unit rusun bagi end user.
Berdasarkan dokumen pada klikanggaran.com, diketahui bahwa PT MRC baru menerima SLF dua tahun sejak mal DGS beroperasi (2015 - 2017) sesuai Surat Keterangan Bangunan Gedung Laik Fungsi Nomor 460/002/SLF-DPR/VI/2017 tanggal 5 Juni 2017. Keterlambatan perizinan berupa SLF berdampak pada keterlambatan proses pengurusan SHMSRS.
Hal ini mengakibatkan proses penjualan kios kepada end user melalui pembiayaan bank (KUR) tidak dapat dilakukan karena SHMSRS merupakan salah satu syarat pembiayaan calon end user DGS. Sampai dengan pemeriksaan dilaksanakan, PT MRC belum memiliki SHMSRS tersebut.