JAKARTA, Klikanggaran.com--Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan atas Subsidi Listrik pada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), selanjutnya disebut PLN, untuk Tahun Anggaran (TA) 2018. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menguji kesesuaian perhitungan subsidi listrik dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dan menilai besarnya subsidi listrik TA 2018 yang layak dibayar Pemerintah kepada PLN.
Baca: Harimau Kembali Renggut Nyawa, Warga Pertanyakan Kehadiran Pemerintah
Baca: Pegadaian Belum Refund ke Kementerian Agama atas Nasabah (Rahin) Arrum Haji yang Wanprestasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menemukan ketidakpatuhan yang material dengan substansi sebagai berikut:
- PLN mengajukan Biaya Non-BPP pada perilitungan subsidi listrik tahun anggaran 2018 sebesar Rp9.13 1.3 14.693.008,13 sedangkan basil pemeriksaan BPK adalah sebesar Rpl3.8 14.948.274,649,55 sehingga terdapat selisih sebesar Rp4.683.633.581.641,42;
- Terdapat inkonsistensi dalam memberlakukan penerapan Tariff Adjustment terhadap Golongan Tarif 900 VA/RTM sebesar Rp6.677.866.1 1 6.252,70. Sesuai UUNomor 15 Tahun 2017 tentang APBN TA 2018, golongan tarif 900 VA-RTM tidak diperhitungkan mendapat subsidi. Namun demikian PLN telah mengajukannya sebagai subsidi dan Kementerian Keuangan telah membayarkan golongan tarif 900 VA-RTM tersebut sebagai tarif bersubsidi. Selanjutnya terdapat kelebihan pembayaran subsidi listrikmurni TA 2018 sebesar Rp3J 05.833.529.855,00;
- Pembayaran skema take or pay menggunakan proyeksi faktor kesediaan dan klausulpembayaran dengan nilai kursjual USD pada jual beli listrik Independent Power Producer dan pembangkit sewa menghiiangkan kesempatan PLN menghemat masing-masingsebesar Rp676.989.332.638.00 dan Rp43 1.276.021.158,00 selama 2018 dan PLN berpotensi kehilangan kesempatan menurunkan BPP di periodeyangakan datangatas tidakterserapnya batas minimum energi listrik masing-masing sebesar 2.1 18.256.289,62 kWh dan 1.383.317.866,00 kWh:
- Biaya pengelolaany/y ash dan bottom ash semakm tinggi membebani BPP tenaga listrik dan upaya mengubah statusnya sebagaLlimbah bahan berbahaya dan beracun belum optimal. PLN berpotensi harus mengeluarkan biaya sebesar Rp65 1.677.329.35 1,22 untuk mengelola FABA dengan masa simpan lebih dari 365 hari dan untuk menyelesaikan sanksi-sanksi administrasi. Selain itu, PLN kehilangan potensi kompensasi yang lebih tinggi dari limbah FABA atas kurangnya sinergi dengan BUMN-BUMN terkait;
- Penyiapan infrastruktur gas pada lima mobile power plant sampai dengan tahun 2018 belum didukung fasilitas infrastruktur gas mengakibatkan pemborosan penggunaan bahan bakar HSD yang meningkatkan BPPTL tahun 2018 sebesar Rp222.918.03 1 .912,85.