SURABAYA, Klikanggaran--Pada RKAP 2016, PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) mengalihkan sumber pembiayaan investasi yang awalnya dari lembaga keuangan beralih ke pembiayaan Penyertaan Modal Negara (PMN). Dalam Laporan Singkat Komisi VI DPR Bidang Industri, Perdagangan, Koperasi dan UKM, BUMN, Investasi, Standarisasi, BP Batam, dan BPKS Sabang tanggal 11 Februari 2015 yang salah satu poinnya adalah memberikan persetujuan PMN pada BUMN-BUMN dalam RAPBN-P Tahun Anggaran 2015. PT DPS mendapatkan alokasi PMN senilai Rp200 miliar untuk pengadaan Floating Dock senilai Rp100 miliar dan modernisasi alat kerja senilai Rp100 miliar.
Laporan singkat tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 114 Tahun 2015 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Dok dan Perkapalan Surabaya, yang ditetapkan tanggal 23 Desember 2015.
Tanggal 30 Juni 2015 PT DPS bersama dengan ACTN yang berkedudukan di Singapura melakukan perjanjian Contract for Supply and Purchase of one unit Floating Dock 8,500 TLC dengan Nomor Ktr.380/DS/6/I/2015 yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT DPS dan Direktur ACTN. Jangka waktu pelaksanaan terhitung mulai 30 Juni 2015 dan berakhir sampai dengan 31 Desember 2015.
Harga barang sebagaimana dimaksud dalam perjanjian ini dengan franco Galangan Surabaya senilai USD7,486,170.00 dengan uraian sebagai berikut: (a) Floating Dock senilai USD5,000,000.00; (b)Towing to Surabaya port, Indonesia including insurance senilai USD1,535,000.00; dan (c) Dredging and infrastructure installation USD951,174.00.
Dengan termin dan cara pembayaran sebagai berikut:
- Uang muka senilai USD1,497,234.00 atau setara 20% yang harus dibayarkan tujuh hari setelah penandatanganan kontrak;
- Pembayaran kedua senilai USD2,994,468.00 atau setara 40% harus dibayarkan pembeli setelah tujuh hari tanggal diterima faktur dari penjual dan sebelum proses perbaikan Floating Dock;
- Pembayaran ketiga senilai USD1,871,543.50 atau setara 25% harus dibayarkan oleh pembeli setelah tujuh hari tanggal diterima faktur dari penjual pada saat Floating Dock siap dikirim dari Rusia;
- Pembayaran keempat senilai USD1,122,925.50 atau setara 15% harus dibayarkan oleh pembeli setelah tujuh hari tanggal faktur diterima dan Floating Dock terpasang, pelatihan dan familiarisasi.
Dalam pelaksanaan perjanjian, PT DPS tidak dapat memenuhi pembayaran tepat waktu untuk membayar uang muka, pembayaran kedua dan pembayaran ketiga karena kesulitan keuangan dan belum cairnya dana PMN.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas biaya dan investasi pada PT Dok dan Perkapalan Surabaya (persero) tahun buku 2015 s.d. 2017 (Semester I) di Surabaya dan Lamongan serta badan usaha terkait di Surabaya.
Dalam laporan hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyatakan bahwa Pengadaan Floating Dock (bekas) Kapasitas 8.500 TLC tidak sesuai ketentuan, mengalami force majeure saat pengiriman, dan Berindikasi merugikan Perusahaan senilai USD4,500,000.00 atau equivalen senilai Rp60.358.500.000,00.
Dalam Bab III Laporan hasil pemeriksaan, terkait pengadaan floating dock tersebut, BPK menyampaikan simpulannya sebagai berikut:
- Pengadaan floating dock 8.500 TLC bekas Rusia yang berumur 42 tahun melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 75/M-Dag/Per/12/2013 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru;
- ACTN tidak memiliki kemampuan teknis, pengalaman dan finansial untuk melakukan pengadaan floating dock sesuai keinginan PT DPS sehingga proses terpilihnya ACTN tidak sesuai dengan ketentuan internal perusahaan mengenai pengadaan barang dan/atau jasa;
- Floating dock 8.500 TLC bekas Rusia dalam perjalanan dari Rusia menuju Indonesia mengalami musibah tenggelam di Laut China Selatan yang disebabkan gelombang laut berdasarkan laporan investigasi otoritas Rusia, Amur Agency for State Maritime and River Supervision (ASMRS);
- PT DPS mengalami kerugian potensial pendapatan di tahun 2016 dan 2017 (s.d. Juli) masing-masing senilai Rp40,935 miliar dan Rp20,467 miliar (6/12 x Rp40,935 miliar) atau 30% dari pendapatan tahun-tahun sebelumnya karena terlambatnya pengadaan Floating Dock sebagai penambah kapasitas produksi/jasa perbaikan kapal
PT DPS menjelaskan sebagai berikut: (a) Manajemen pada saat itu meyakini broker ACTN merupakan broker yang bonafit dan memiliki kompetensi; dan (b) Direksi PT DPS tidak mengetahui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 75/M- DAG/PER/12/2013 dan pengadaan Floating Dock hanya berdasarkan peraturan pengadaan barang dan jasa PT DPS tahun 2014 dan peraturan pengadaan barang dan jasa Kementerian BUMN.
BPK merekomendasikan Direksi PT DPS agar: (a) Melaporkan permasalahan pengadaan floating dock ini kepada Menteri BUMN dan mempertanggungjawabkannya pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); dan (b) Mengakhiri perjanjian dengan ACTN dan meminta ACTN untuk mengembalikan dana floating dock yang telah dibayarkan oleh PT DPS senilai USD4,500,000.00 karena tidak mampu merealisasikan penggantian floating dock pengganti sesuai spesifikasi dan kapasitas yang telah disepakati dan ACTN bukan merupakan perusahaan yang kompeten dalam pengadaan floating dock.