Jakarta, Klikanggaran.com (27-08-2019) -- Pada tanggal 6 April 2015, Direktur Utama mengajukan permohonan pembiayaan a.n. PTPN VIII kepada kreditur sindikasi yang terdiri atas Bank Rakyat Indonesia (BRI), Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI) total sebesar Rp1.717.549.620.500,00, termasuk di dalamnya permohonan pembiayaan sebesar Rp72.809.986.900,00 untuk merealisasikan investasi pengembangan Industri Hilir (IH) Teh.
Sindikasi bank kemudian menyetujui permohonan PTPN VIII dan menawarkan fasilitas pembiayaan sesuai permintaan pada 16 September 2015 dengan plafon Kredit Investasi (KI) IH Teh Rp72.510.000.000,00, suku bunga 10,5% per tahun, provisi 0,5% dari plafon atau sebesar Rp362.550.000,00 dan commitment fee 2% per tahun dari jumlah fasilitas kredit yang belum ditarik pada akhir periode penarikan (12 bulan sejak akad kredit) yaitu sebesar Rp1.450.200.000,00 yang dilanjutkan dengan penandatanganan akta perjanjian kredit pada 22 September 2015.
Namun demikian, permintaan pasar sebelum penandatanganan akta perjanjian berdasarkan penjualan teh seduh s.d. bulan Agustus 2015 hanya 702,01 ton atau rata-rata 87,75 ton per bulan (702,01 ton : 8) dan prognosa penjualan setahun hanya 1.053,02 ton (87,75 ton x 12), masih di bawah kapasitas produksi teh seduh optimal secara manual yang pernah dicapai pada tahun 2009 sebesar 2.213,92 ton. Demikian juga permintaan pasar sebelum penandatanganan akta perjanjian berdasarkan penjualan teh celup s.d, bulan Agustus 2015 hanya 193,41 ton atau rata-rata 24,18 ton per bulan (193,41 ton : 8) dan prognosa penjualan setahun hanya 290,11 ton (24,18 ton x 12), masih di bawah kapasitas produksi teh celup optimal sebesar 399,37 ton per tahun.
Berdasarkan analisa di atas, investasi peningkatan kapasitas antara lain pengadaan enam unit mesin teh seduh, delapan unit mesin teh celup single chamber sachet, dua unit mesin teh celup single chamber naked bag tidak diperlukan karena permintaan pasar teh celup dan teh seduh 2015 tidak sebesar target penjualan serta masih dapat dipenuhi dengan kapasitas mesin yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga pengajuan pembiayaan untuk IH Teh dapat dibatalkan sebelum penandatanganan akta.
Pada 5 September 2016 PTPN VIII mengajukan permohonan penurunan plafon KI IH Teh dari Rp72.510.000.000,00 menjadi Rp60.230.000.000,00 dan perpanjangan jangka waktu penarikan dari 22 September 2016 menjadi 30 Juni 2017. Kemudian pada 12 Juli 2017 kembali mengajukan permohonan penurunan plafon KI IH Teh dari Rp60.230.000.000,00 menjadi Rp32.540.000.000,00 dan perpanjangan jangka waktu penarikan dari 30 Juni 2017 menjadi 12 bulan sejak ditandatanganinya adendum perjanjian kredit. Atas permohonan tersebut, pada II September 2017 kreditur sindikasi menyampaikan bahwa sehubungan adanya perubahan nilai biaya proyek dari Rp 75,3 Miliar menjadi Rp 40,7 Miliar maka diperlukan analisa ulang atas kelayakan proyek dan akan melakukan evaluasi kembali rencana investasi IH Teh dengan nilai biaya proyek yang baru, serta meminta PTPN VIII untuk segera menyelesaikan kewajiban atas commitment fee.
Berdasarkan reviu atas dokumen realisasi penarikan KI IH Teh sampai dengan akhir pemeriksaan diketahui bahwa seluruh plafon fasilitas kredit tidak dicairkan serta untuk membiayai realisasi investasi IH Teh menggunakan dana fasilitas kredit lain yang dimiliki korporat PTPN VIII dan dana operasional IH Teh. Namun, PTPN VIII menanggung biaya provisi sebesar Rp362.550.000,00 dan commitment fee sebesar Rp 1.450.200.000,00.
Nah, kalau sudah begini, publik akan bertanya-tanya, bagaimana kinerja para direksi PTPN VIII?
[emka]