bisnis

Advokat Diki Terpaksa Gugat ke PHI Atas Perusahaan Mantan Menpen Harmoko

Kamis, 19 November 2020 | 18:13 WIB
IMG-20201119-WA0002~2


Jakarta.www.klikanggaran.com,-- PT Media Antarkota Jaya, yang sahamnya dimiliki Harmoko mantan Menteri Penerangan era Presiden Soeharto & anaknya Azisoko, digugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).Alaasan karyawan penggugatnya sudah lebih setahun tidak diberi gaji.


"Gugatan klien kami daftarkan karena PT Media Antarkota Jaya, Penerbit Harian Pos Kota, tidak melaksanakan anjuran Suku Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi Jakarta Barat & Nota Penetapan Pengawas Ketenagakerjaan," ujar Diki Herdiana SH, dari kantor hukum TSTP yang digawangi PL Tobing SH, MH, mewakili kliennya Dwiyantoro, Rinaldi Rais, dan Bambang Prihandoko, dalam keterangan tertulis kepada Media.


"Gugatan PHI ke PN Jakarta Pusat didaftarkan Senin (17/11/2020) dengan nomor 343/Pdt.Sus.PHI/2020/PN.JKT PST. Gugatan PHI dilakukan setelah perundingan bipartit antara manajemen yang kini dipimpin Azisoko, putra Harmoko, dengan tiga wartawan senior Poskota di Kantor Sudin Naker & Energi Jakarta Barat."


Advokat Diki menjelaskan, sejak Juni 2019 hingga kini upah/gaji yang menjadi hak kliennya tidak dibayarkan disamping penawaran manajemen yang hanya ingin memberikan 3 bulan gaji dengan pesangon 30 persen.


"Selain patut diduga PT Media Antarkota Jaya baru mendaftarkan para pekerja ke dalam program BPJS Ketenakerjaan tahun 2017, padahal senyatanya mereka sudah bekerja lebih dari 24 tahun. Bahkan patut diduga perusahaan yang komisaris utamanya adalah Harmoko tidak lagi membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan sejak para pekerja tidak dibayarkan upah/gajinya.".


Dijelaskan Diki, dalam mediasi Sudin Naker, kliennya dan karyawan lain diwajibkan tetap bekerja sebagai pekerja dengan tetap mengirimkan berita sesuai target perusahaan saat itu walau tidak menerima gaji. Tapi wartawan & karyawan tetap menuntut perusahaan membayar penuh upah gaji yang belum diberikan beserta upah denda keterlambatan sebagaimana diatur Pasal 55 PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan kepada para pekerja selama tidak dibayarkan upahnya sampai bulan Juli, termasuk membayar hak tunjangan hari raya (THR) keagamaan yang tidak dibayarkan tahun 2020.


“Bila ingin melakukan PHK, perusahaan milik keluarga Harmoko ini harus tetap membayar hak pesangon para pekerja sesuai ketentuan uang pesangon sebesar 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat 2 huruf (i) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Uang Penghargaan Masa Kerja sebesar 1 kali (Pasal 156 ayat 3 huruf (a), dan uang penggantian hak mengacu Pasal 156 ayat 4 huruf (c),” urai Diki.


Wajib Bayar Upah
"Anjuran Sudin Naker Jakarta Barat menyebutkan PT Media Antarkota Jaya wajib membayarkan uang pesangon dan hak lainnya kepada ketiga pekerja Dwiyantoro dan kawan-kawan. Bahkan nota penetapan pengawas ketenagakerjaan sudah jelas bahwa PT Media Antarkota Jaya diwajibkan memenuhi pembayaran upah yang belum dibayarkan sebagai hak karyawan, sesuai Pasal 1 angka 30 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait upah,” urai Diki.


Upah, menurut UU Ketenagakerjaan, adalah hak pekerja yang dibayarkan oleh pengusaha atau pemberi kerja sebagai imbalan atas suatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan.


" Bahkan berbulan-bulan kami bekerja tetapi cuma menerima 3 bulan gaji ya jelas kami tolak. Lha wong itu hasil keringat juga hak dan kewajiban sesuai UU Ketenagakerjaan,” ujar Bambang Prihandoko di sela-sela mendampingi kuasa hukumnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.


Bambang menyayangkan sikap PT Media Antarkota Jaya yang tidak melaksanakan anjuran Sudin Tenaga Kerja Wali Kota Jakarta Barat untuk membayarkan hak-hak ketiga karyawan dan melunasi kewajiban upah/gaji sesuai aturan dalam undang-undang sehingga berlanjut ke PHI.


“Padahal Pak Harmoko, baik selaku komisaris utama, maupun mantan menpen penggagas Saham Pekerja Pers itu, paham betul kondisi kewartawanan sehingga mustahil membiarkan perusahaan bertindak semena-mena kepada wartawan,” ujar Bambang mendampingi Diki.


Alasan masalah keuangan, bagi Diki Herdiana, masih perlu dibuktikan kebenarannya karena tidak didukung hasil audit keuangan independen kendati seringkali diingatkan tiap rapat pertemuan Azisoko dengan karyawan.


“Total normal gaji seluruh atau lebih 160 karyawan itu bisa ditutupi oleh sejumlah aset Pos Kota. Tetapi ngotot membayar 30 persen di tengah desakan kebutuhan hidup karyawan setelah dipaksa berbulan-bulan tanpa gaji, dan disiasati dipinjami sebagai cicilan gaji,” ujar Advokat Diki mengutip keterangan para klien.

Halaman:

Tags

Terkini