PLN: Bertahap dengan Gas Sebagai Jembatan
PLN berdalih bahwa transisi memang harus dilakukan secara bertahap. Gas disebut sebagai “jembatan” untuk memastikan pasokan tetap aman. Dalam keterangan resminya, PLN menegaskan tetap berkomitmen bahwa 76 persen tambahan kapasitas pembangkit akan bersumber dari EBT.
Namun, perusahaan juga tetap menyelesaikan proyek fosil yang sudah masuk pipeline. Bagi banyak pengamat, strategi back loaded atau menumpuk proyek di akhir dekade penuh risiko, mulai dari bottleneck pembiayaan hingga keterbatasan rantai pasok ketika pembangunan dikebut bersamaan.
Pusat Penelitian DPR juga mengingatkan, semakin lama transisi ditunda, beban yang menumpuk akan makin berat untuk diselesaikan sekaligus.
Janji Hijau yang Masih Tertunda
Transisi energi pada akhirnya bukan sekadar soal angka kapasitas, melainkan soal kualitas udara, kesehatan masyarakat, dan daya saing ekonomi. Ketika negara lain sudah bergerak cepat meninggalkan batu bara, Indonesia baru merencanakan lompatan besar di awal 2030-an.
“Semakin lama kita menunggu, semakin mahal biaya yang harus dibayar,” kata peneliti CREA.
PLN mungkin menyebut RUPTL 2025–2034 sebagai rencana paling hijau. Tetapi bagi publik, pertanyaan tetap menggantung: apakah komitmen itu benar-benar bisa diwujudkan tepat waktu, atau hanya sekadar janji di atas kertas?**