Soal Kasus Jiwasraya, Bentjok: Saya Korban Konspirasi

photo author
- Kamis, 22 Oktober 2020 | 23:34 WIB
Benny Tjokrosaputro
Benny Tjokrosaputro

Bahwa saya sendiri, juga tidak mungkin mengatur atau mengendalikan saham PT. Hanson Internasional, Tbk. yang saya dirikan. Bagaimana mungkin saya mengatur dan mengendalikan 115 saham yang dikelola oleh 13 Manager Investasi dengan 21 jenis Reksadana Saham PT. AJS? Bahkan Penuntut Umum dalam surat tuntutannya tidak dapat membuktikan baik dengan surat maupun saksi-saksi jika saya adalah pengatur/pengendali, seperti jawaban saksi ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun saksi ahli lainnya, bahwa fakta-fakta tentang saham-saham MYRX, RIMO, BTEK dan ARMY adalah : saham liquid, market cap besar, dipegang oleh ribuan investor, mayoritas transaksi di dominasi publik Untuk Hanson 6 periode LQ 45. Untuk Rimo masuk MSGI Index.


Hal tersebut membuktikan bahwa saham-saham MYRX, RIMO, BTEK dan ARMY adalah saham-saham yang liquid sekaligus membantah dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum yang menyatakan saham-saham tersebut adalah saham-saham yang tidak liquid, dilakukan manipulasi, dilakukan "pump and dump", dan dilakukan "cornering". Hal itu semua tidak benar dan tidak bisa dibuktikan oleh JPU.


Bahwa Nominee saya, sudah ada sejak dahulu, jauh sebelum bertransaksi dengan PT. AJS, dan selalu dipergunakan untuk funding atau berhutang (margin, repo, T plus) yang merupakan syarat para broker/sekuritas. Sampai sekarang pun masih ada untuk keperluan yang sama. Jadi memang bukan dibuat khusus untuk bertransaksi dengan PT. AJS, apalagi untuk membobol PT. AJS itu yang sudah merugi sejak tahun 2008 sebesar Rp. 6,7 Triliun.


Beberapa tuduhan juga sangat keliru seperti :


Pelaku-pelaku transaksi saham LCGP bukan Nominee (nama-nama orang India dan perusahaanya yang saya sendiri tidak tahu). Tuduhan JPU hanya karena mereka pernah membeli saham group saya, lalu langsung dianggap penggunaan "Nominee" adalah sebuah aib. Saksi-saksi juga mengatakan bahwa LCGP bukan milik saya. Bahkan JPU Tumpal Pakpahan dalam kasus persidangan versus Pupuk Kaltim tahu benar bahwa LCGP adalah milik Denny Bustami, bukan Benny Tjokrosaputro.


Wana Artha sendiri bukan Nominee, dan saya bukanlah pemilik Wana Artha. Hanya karena Wana Artha punya portofolio saham group terdakwa, lalu dianggap Nominee adalah salah besar. Tuduhan ini telah merusak dan menghancurkan sistem kepercayaan.


Di dalam Surat Dakwaan dan selama persidangan juga tidak ada saksi dan bukti yang mengkaitkan diri saya dengan Wana Artha, akan tetapi dalam Surat Tuntutannya, Jaksa malah mengkaitkan diri saya dengan Wana Artha. Hal ini menunjukkan bahwa JPU memanipulasi fakta dengan serangkaian kebohongan dan itikad buruk yang mengatasnamakan hukum untuk mengkriminalisasikan diri saya.


Para Remiser yang memberi fasilitas kepada saya (hutang, margin, repo, T plus, trading limit) juga bukan hanya didedikasikan untuk transaksi saya sebagai contoh : PO Saleh (Jimmy Sutopo) terbukti juga dipakai oleh Moudy Mangkey, order dari Moudy Mangkey (melalu e-mail), lalu perintah transfer uang, juga instruksi dan ke rekening yang ditunjuk Moudy Mangkey (Trimegah November-Desember 2015). Jimmy Sutopo dan para Remiser lain, juga melayani banyak klien lain. Mereka juga diketahui sebagai investor saham, yang sering bertransaksi untuk pribadi mereka sendiri.


Transaksi Anne Patricia Sutanto dengan reksadana reksadanya untuk saham Rimo (Des 2017) dan Golden Harvest Cocoa dengan Reksa Dana-Reksa Dananya untuk saham BTEK (Des 2017) sama sekali tidak diatur/ dikendalikan oleh saya. Transaksi itu untuk kepentingan pihak-pihak tersebut sendiri. Sama sekali tidak ada aliran dana ke saya. Terbukti dari kesaksian Anne sendiri, Eddy Suwarno (Sekuritas Minapadi tempat Anne dan Golden Harvest Cocoa bertransaksi). Data BAE (Biro Administrasi Efek) juga sangat jelas membuktikan hal tersebut. Transaksi reksa dana beli saham MYRX dari pasar reguler dan bukan dari saya juga terbukti dari data BAE. Data BAE pasti sama dengan data bursa efek.


Sesuai dengan apa yang pernah saya utarakan di persidangan bahwa selama berbulan-bulan jalannnya persidangan tersebut, selalu saya dikaitkan dengan persepsi, opini, maupun media massa maupun elektronik. Namun pada kenyataannya tidak pernah adanya pembuktian secara aktual mengenai aliran dana maupun transaksi yang terjadi dimana saya menguntungkan diri saya sendiri maupun orang lain dan merugikan PT. AJS. Semua itu hanyalah opini belaka. Saya adalah korban pembentukan opini !!


Bahwa sama sekali tidak ada niat jahat dari saya dalam perkara ini. Buat apa saya melunasi Repo (MYRX & BTEK tahun 2015-2016) dan perusahaan saya melunasi MTN (Armedian & Hanson tahun 2015-2016)? Pinjaman ratusan miliar tersebut semua telah saya lunasi berikut bunga, kupon dan capital gain buat pemilik dana. Kalau saya berniat jahat, pasti utang ratusan miliar tersebut, tidak dibayar. Mengapa Repo dan MTN yang sudah lunas dan tidak menimbulkan kerugian Keuangan Negara tidak dipertimbangkan oleh Penuntut Umum dalam surat tuntutannya?


Perlu diingat bahwa perkara saya ini mencatatkan sejarah dalam upaya mencari keadilan bahwa : "saya orang pertama di dunia dan dalam sejarah umat manusia, bayar utang berikut bunganya sampai lunas tetapi dituntut penjara seumur hidup dan disita hartanya".


Bahwa pengakuan Hary Prasetyo dengan tuduhan bahwa saya terlibat mengatur 90% (persen) investasi saham di PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) dan Reksa Dana - Reksa Dana, ternyata hanya opini dan asumsi karena Hary Prasetyo mengajukan diri sebagai Justice Collaborator sehingga keterangannya memberatkan pihak lain. Hal ini diungkapkan oleh Hary Prasetyo ketika saya berada dalam satu kendaraan tahanan setelah sidang. Dia mengakui "kebohongan" yang dialamatkan ke saya dan minta maaf, bahkan sampai menangis.


Tidak ada bukti apapun baik dari Jaksa Penuntut Umum, OJK, BPK, PPATK dalam menelisik aliran dana beberapa bank dan pembukuan milik PT. Asuransi Jiwasraya (Persero), beberapa rekening grup saya, dokumen sekuritas dan bursa efek yang dibawa dalam persidangan yang menunjukkan bahwa saya mengambil untung dalam bertransaksi dengan PT. Asuransi Jiwasraya (Persero), sangat jelas bahwa tidak ada aliran dana dari transaksi Reksa Dana - Reksa Dana yang dituduhkan saya atur dan kendalikan. Menurut data di Bursa Administrasi Efek (BAE) maupun KSEI, underlying saham MYRX tersebut dibei dari 206 pihak yang berasal dari publik, dan salah satu di antaranya adalah ASABRI.


Dalam persidangan juga terbukti bahwa saham-saham MYRX di PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) sudah terjual habis di tahun 2016 dan bahkan mencatatkan keuntungan sekitar Rp. 25 Milliar.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

X