Jakarta, Klikanggaran.com (31-07-2019) – AAP alias Devano alias Prass, pelaku kejahatan untuk tujuan seksual komersial terhadap anak melalui cara "Child Grooming" (prostitusi online menggunakan medsos), dapat diancam dengan dua Ketentuan UU RI sekaligus. Ketentuan tersebut adalah UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU No. 01 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto pasal 82 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 mengenai perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana pokok minimal 10 tahun pidana dan maksimal 20 tahun penjara.
Hal tersebut disampaikan oleh Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), di Jakarta, Selasa (30/07/2019).
Arist juga mengatakan, mengingat kejahatan seksual terhadap anak apapun bentuk dan modus operandinya adalah kejahatan terhadap kemanusia dan luar biasa (extraordinary), maka pelaku dapat dijerat dengan hukuman tambahan dan pemberatan yakni hukuman seumur hidup. Bahkan, kebiri melalui suntik kimia jika pelaku telah melakukan berulang-ulang dan sudah menjsdi residivis.
Oleh sebab itu, Komnas Perlindungan Anak memberikan apresiasinya atas kerja cepat Polda Metro Jaya yang telah berhasil membongkar jaringan Child Grooming ini. Arist juga mengajak masyarakat untuk mendukung Gerakan Nasional Antisipasi dampak negatif Penggunaan Media Sosial.
Pada hari Senin, 29 Juli 2018 lalu, Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Iwan Kurniawan, kepada sejumlah wartawan di Polda Metro Jaya menjelaskan, dari hasil penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya, modus operandi pelaku adalah, yang bersangkutan membuka akun di permainan "game online".
Iwan menyebutkan, aplikasi "game online" yang disebut "Hago" itu memungkinkan para pemainnya dapat bertukar nomor telepon seluler atau ponsel. Setelah mengantongi nomor ponsel korbannya, pelaku akan menghubungi target sasaran sebagai korban dan mengajak berkomunikasi via video call. Saat menggunakan video call inilah, pelaku mengajak korban- korbannya untuk melakukan perbuatan yang mengarah pada tindakan asusila. Kemudian pelaku mencoba untuk mengajak korban melakukan seks dengan menggunakan WhatsApp call.
Menurut Iwan, pelaku sempat memberitahu atau mengajak korban untuk membuka pakaian, memperlihatkan kemaluan, dan juga mengajak korban untuk melakukan masturbasi. Ketika berkomunikasi dengan video call itu, pelaku merekam dan mendokumentasikannya untuk digunakan pelaku sebagai alat memeras korban.