KLIKANGGARAN --- Fakta bahwa 95% mangrove Sulwesi dan hutan dataran rendah telah hilang atau terganggu membuat lereng yang masih berhutan ini, termasuk beberapa sisa hutan mangrove di laut dangkal yang kaya akan karang menjadi sangat penting.
Meski relatif terpelihara dengan letaknya yang terpencil dan medan yang terjal, sehingga sulit dimanfaatkan untuk pertanian, ekosistem laut sudah mengalami degradasi berat dan berikutnya hutan menyusul.
Dikarenakan keputusan pemerintah baru-baru ini untuk mengangkat status konservasi, sesuai SK lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, nomor SK.362/Menlhk/Setjen/PIA.0/5/2019, tanggal 28 Mei 2019, tanpa perencanaan dan pengawasan atau kontrol.
Baca Juga: Inilah Rahasia Cristiano Ronaldo 'CR7' Selalu Cemerlang di Setiap Pertandingan
Secara keseluruhan, ada banyak tekanan yang tidak sustainable (berkelanjutan) pada ekosistem. Anda dapat melihat bagaimana tutupan hutan menurun dengan cepat, pohon kayu keras tertentu seperti kaloju dan mata kucing (local named for kind of iron wood), menurun jumlahnya.
Setelah survei pertama di tanjung Bulupoloe, hampir tak ada lagi karang utuh yang ditemukan. Sementara di pantai utara pulau Bulupoloe/Phaka Phaka, pantainya terbuat dari berton-ton karang mati.
Terumbu indah yang ada di sini hanya 10 tahun yang lalu, kemungkinan besar telah dihancurkan oleh penangkapan ikan dengan bom ilegal dan kerusakan fisik serta polusi melalui kegiatan perikanan dan pertanian yang intensif dan tidak sustainable.
Baca Juga: STQH XII Tingkat Kabupaten Resmi Dibuka, IDP Minta Generasi Qurani Ikut Wujudkan Visi Luwu Utara
Hutan menunjukkan banyak tanda-tanda penebangan liar, banyak botol plastik oli bekas yang sudah kosong termasuk tumpahan oli dari para penebang liar juga sangat berbahaya bagi lingkungan.
Hutan mangrove yang bahkan memberi nama ke bagian barat semenanjung (Phaka Phaka) telah hilang secara luas, kecuali beberapa indikator yang bisa didapatkan pada peta yang terpampang di pos angkatan laut Munte menjadi hal terakhir petunjuk keberadaan mangrove di masa lalu.
Di sisi selatan semenanjung, yang dikelola oleh Kabupaten yang termasuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, terdapat aktivitas deforestasi dan pertambangan yang intensif yang mengancam seluruh ekosistem dan tampak penanganannya sangat jauh dari pendekatan berkelanjutan (Sustainable Development).
Baca Juga: Tuan Rumah HLM-TP2DD Se-Tana Luwu, IDP Optimistis Indonesia Tak Terjebak Jurang Resesi
Kami berharap dapat meningkatkan kesadaran dan mampu selamatkan ekosistem hutan dan laut yang berharga ini, yang masih ada berdampingan.
Proyek bersama relawan konservasi lokal (Garabas), jurnalis, Lembaga Konservasi dan Masyarakat di Bulupoloe yang berisi permakultur, untuk menunjukkan kepada petani lokal alternatif dan bentuk penggunaan lahan yang lebih berkelanjutan serta proyek konservasi laut paralel tidak hanya penting, tetapi juga kesempatan terakhir untuk menyelamatkan ekosistem unik ini.