Dirinya tidak hanya bercerita saja. Apa yang diungkapkannya rupanya diamini oleh suaminya, Hardiansyah. “Dulu, bangun tidur saya hanya duduk-duduk minum kopi, sementara isteri saya sibuk memasak air, menyapu, dan menyiapkan bekal untuk anak sekolah,” ucapnya.
“Sekarang, saya kalau mau minum kopi, bikin sendiri. Ibunya sibuk memasak air, maka saya yang menyapu dan mengepel rumah, serta menjemur pakaian,” sambung Hardiansyah.
Setali tiga uang dengan Alam, peserta dari Desa Sassa, yang menyampaikan bahwa pembagian tugas dan peran dalam mengasuh yang sudah ia terapkan dalam keluarganya, ternyata juga sudah mulai diikuti oleh pasangan lainnya.
“Saudara saya yang sudah berkeluarga dan juga punya anak, sekarang bapaknya ikut juga mengasuh anak. Padahal selama ini hanya isterinya saja yang mengurus anak-anak,” ujarnya.
Yang menarik, Kepala Desa Dandang, Haerudin, yang juga hadir sebagai pasangan GALS ikut menyampaikan bahwa pendekatan GALS ini sangat bisa diadopsi oleh pemerintah desa, bisa melalui PKK, Majelis Taklim, ataupun Dasa Wisma.
Tak hanya GALS, tetapi juga program lain yang telah dikembangkan oleh Wallacea, Save the Children, dan PT MARS, seperti perlindungan anak (PATBM), simpan-pinjam kelompok perempuan (VSLA), serta kelompok bisnis perempuan, haruslah tetap ada.
“Bahkan program-program tersebut mestinya harus dikembangkan secara berkesinambungan meskipun nanti program-program tersebut telah selesai dilaksanakan. “Program-program ini harus sustainable, atau berkelanjutan,” harap dia.
Hal ini sangat penting dilakukan agar para champion GALS dapat menjadi pelopor dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerarasan berbasis gender.
Pada kesempatan yang sama, Narasumber Workshop GALS, Suryani Sultan, yang merupakan perwakilan provinsi, mengatakan bahwa DP3A Dalduk-KB Sulsel memiliki beberapa program yang bisa disinergikan dengan pendekatan GALS.
“Program melalui pendekatan GALS ini tidak hanya dilakukan di Luwu Utara saja, tetapi juga sudah mulai dilakukan oleh daerah lain, sehingga program ini sudah selayaknya diterapkan,” pungkas Suryanarni Sultan.
Selain berbagi pengalaman dalam penerapan GALS di keluarga masing-masing, juga dilakukan pemetaan tentang aktor-aktor di tingkat desa, kecamatan, maupun kabupaten yang dapat berkontribusi terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender. (*/LHr)