KLIKANGGARAN -- Di balik setiap gagasan besar dan penelitian ilmiah yang hebat, selalu ada satu elemen yang memainkan peran kunci: bahasa.
Dalam dunia akademik, bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga sarana berpikir, menyampaikan ide, dan membangun peradaban ilmu.
Di Indonesia, Bahasa Indonesia memiliki tanggung jawab besar—bukan hanya sebagai bahasa nasional, tetapi juga sebagai bahasa ilmu yang mencerahkan.
Lebih dari sekadar alat komunikasi, bahasa adalah cermin budaya berpikir.
Ketika kita membiasakan diri menggunakan Bahasa Indonesia yang tertata dengan baik dalam tulisan ilmiah, presentasi, atau diskusi kelas, kita sebenarnya sedang membentuk cara berpikir yang lebih logis, jernih, dan terstruktur.
Ini bukan hanya soal tata bahasa, melainkan soal bagaimana sebuah pemikiran dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian, kemampuan berbahasa yang baik bukanlah sekadar keterampilan teknis, melainkan bagian integral dari karakter intelektual yang harus dibentuk sejak di bangku kuliah.
Sayangnya, penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar masih sering diabaikan.
Mahasiswa menulis skripsi dengan struktur bahasa yang kacau, diskusi kelas diwarnai campur aduk antara bahasa gaul dan istilah asing, bahkan tugas ilmiah tak jarang disusun dengan gaya bahasa media sosial.
Fenomena ini bukan hanya merusak estetika bahasa, tetapi juga mencerminkan menurunnya kualitas berpikir kritis.
Padahal, penggunaan bahasa yang benar bisa membawa banyak manfaat. Bahasa yang runtut dan sistematis akan memudahkan pembaca memahami argumen ilmiah.
Penulisan karya tulis yang sesuai kaidah tata bahasa juga meningkatkan kredibilitas akademik penulisnya.
Lebih dari itu, bahasa yang tepat mencerminkan kedewasaan intelektual dan sikap profesional seorang akademisi.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Pertama, kampus harus mulai serius membina kemampuan berbahasa mahasiswanya, misalnya lewat pelatihan penulisan ilmiah atau klinik bahasa.