Bentuk ketidakadilan gender selalu menjadi hal yang paling sering dibahas dalam feminisme, seolah hal tersebut menjadi permasalahan utama yang dialami perempuan. Beberapa ahli dalam keilmuan feminisme telah mengkategorikan bentuk ketidakadilan gender, yaitu marginalisasi, beban kerja ganda, subordinasi, stereotipe dan kekerasan. Bentuk ketidakadilan gender masih dapat ditemukan dalam rumah tangga, seperti yang tergambarkan dalam novel “Lebih Senyap dari Bisikan” karya Andina Dwifatma.
Pertama, bentuk marginalisasi sebagai fenomena peminggiran pada perbedaan jenis kelamin sehingga memberikan dampak yang signifikan. Dalam novel tersebut, bentuk marginalisasi tergambarkan pada tokoh Amira yang sulit menemukan pekerjaan dikarenakan kriteria yang tidak sesuai dengan dirinya sebagai seorang perempuan dan telah berumah tangga. Seorang perempuan memang kerap dipandang sebelah mata dalam pencarian kandidat kompeten di perusahaan-perusahaan tertentu.
Kedua, bentuk stereotipe sebagai suatu penafsiran yang tidak merata dan kerap ditujukan kepada perempuan. Bentuk stereotipe dalam novel “Lebih Senyap dari Bisikan” karya Andina Dwifatma tergambarkan pada saat tokoh Amara yang dianggap sebagai penentu kehamilan.
Perempuan selalu dianggap sebagai satu-satunya yang perlu berusaha giat agar mempunyai anak, seperti makan dan minum tertentu, yang selalu ditanyai kapan dan kenapa belum mempunyai anak, dan lain-lain.
Ketiga, bentuk kekerasan sebagai suatu serangan terhadap fisik. Perempuan lebih cenderung mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga daripada laki-laki. Hal ini dikarenakan, perempuan dianggap sebagai makhluk lemah. Bentuk kekerasan dalam novel tersebut juga digambarkan dengan sangat jelas. Tokoh
Amara harus mendapatkan kekerasan berupa tamparan dari suaminya ketika terdapat permasalahan di antara mereka. Hal ini menunjukkan bahwa, perempuan lebih rentan mendapatkan kekerasan dikarenakan ketidakadilan dalam kedudukannya tersebut.
Keempat, bentuk beban ganda sebagai bentuk ketidakadilan gender yang hanya diemban oleh perempuan. Beban ganda sering dirasakan oleh perempuan daripada laki-laki, hal tersebut dikarenakan perempuan dianggap sebagai pekerja domestik termasuk dalam mengurus anak dan rumah tangga.
Fenomena tersebut digambarkan dengan sangat jelas dalam novel, bahwa tokoh Amara harus bekerja keras dalam membantu perekonomian keluarga yang kurang, tetapi juga harus kerja ekstra dalam mengurus anak dan rumah tangga tanpa bantuan suami. Laki-laki dianggap tidak perlu terlibat dalam pekerjaan domestik, sehingga perempuan harus mengemban beban ganda dalam rumah tangga.
Saat ini, kebebasan bagi perempuan masih diperjuangkan dengan sekuat tenaga. Melalui karya sastra seperti novel, isu-isu mengenai perempuan dapat tersampaikan dengan mudah kepada masyarakat.
Hal tersebut juga dapat membantu setiap perjuangan para feminis dalam menyarakan keadilan dan kesetaraan bagi perempuan. Masyarakat juga perlu memahami betapa pentingnya memandang perempuan sebagai subjek atas dirinya sendiri, bukan sebagai objek pelengkap laki-laki.
Artikel ini ditulis oleh Adinda Destiana Aisyah, seorang penulis dan mahasiswi sastra Indonesia Universitas Pamulang.
DISCLAIMER: Isi artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis; isi artikel ini juga tidak mencerminkan sikap dan kebijakan redaksi klikanggaran.com.