KLIKANGGARAN -- FSGI mengutuk keras adanya guru dan pengasuh asrama yang mencelupkan tangan peserta didiknya ke air mendidih.
Terkait hal itu FSGI menyatakan bahwa hal tersebut nerupakan bentuk penyiksaan.
Berikut Siaran Pers FSGI terkai adanya guru dan pengasuh asrama yang mencelupkan tangan peserta didiknya ke air mendidih.
Baca Juga: Disdikbud Waropen Belum Realisasikan Rp15 Miliar Dana Hibah GPM Kesmawar
Siaran Pers
FSGI Mengutuk Keras Guru dan Pengasuhan Asrama Yang Mencelupkan Tangan Peserta Didik Ke Air mendidik, Ini Bentuk Penyiksaan
Kasus kekerasan oleh guru di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan [SMK] di Kabupaten Flores Timur, NTT yang menyiksa muridnya dengan mencelupkan tangan ke dalam air mendidih menjadi contoh praktik pendisiplinan dengan kekerasan yang masih banal di institusi Pendidikan, guru masih menggunakan cara-cara kekerasan untuk mendisiplinkan peserta didik.
Sejumlah foto yang memperlihatkan tangan siswa di SMK Swasta Bina Karya Larantuka itu melepuh dan bernanah telah beredar luas di media sosial, seperti Facebook. Terduga pelaku diidentifikasi sebagai Bruder Nelson, seorang biarawan Katolik yang merupakan pendidik di sekolah itu. Orangtua siswa itu telah melaporkan kasus ini ke Polres Flores Timur pada 3 Agustus 2023.
FSGI mengutuk keras perbuatan guru sekaligus pengasuh asrama yang dengan sadis mencelupkan tangan peserta didiknya ke air yang mendidih hingga melepuh dan bernanh, bahkan kemudian membiarkan tanpa memberikan pertolongan sehingga anak tersiksa kesakitan hingga esok harinya.
Melanggar Konevenan Anti Penyiksaan, UU Perlindungan Anak, UU HAM, dan Permendikbud No. 82/2015
Atas kasus kekerasan tersebut, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) berpendapat sebagai berikut :
1. Mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan guru terhadap peserta didiknya dengan mencelupkan tangan anak ke air mendidih;
2. Perbuatan guru tersebut adalah pelanggaran hak anak dan juga pelanggaran Hak Asasi Manusia. Apalagi Indonesia sudah merativikasi Konvenan Internasional Anti Penyiksaan.
3. Perbuatan tersebut juga melanggar Pasal 76 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yaitu melakukan kekerasan yang mengakibatkan luka berat dan cacat permanen pada anak korban, dapat dituntut hukuman 15 tahun dan diperberat sepertiganya karena pelaku termasuk orang terdekat korban. Apalagi ini sekolah berasrama, dimana pengasuhan anak dipercayakan pada pihak sekolah;
4. Sekolah juga dapat dikenakan pasal 54 UU Perlindungan Anak, dimana pasal tersebut mewajibkan pihak sekolah melindungi peserta didik selama berada di lingkungan sekolah dari segala bentuk kekerasan, baik yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidik, maupun peserta didik. Sekolah lali dan gagal melindungi anak;
5. Sekolah juga melanggar Permendikbud No 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak kekerasan Di Satuan Pendidikan. Meski kejadi malam hari dan di ruang asrama, namun lingkungan itu adalah bagian dari sekolah.
Rekomendasi FSGI
1. FSGI mendorong pihak kepolisian segera mengusut tuntas kasus ini sebagaimana dilaporkan orangtua korban, segera menahan terduga pelaku agar tidak menghilangkan barang bukti dan mempengaruhi peserta didik lain dalam pemeriksaan;
2. FSGI mendorong kepolisian menggunakan UU Perlindungan Anak agar pelaku dapat dihukum berat sesuai peraturan perundangan yang berlaku;
3. FSGI mendesak Dinas Kesehatan Provinsi NTT segera memulihkan kesehatan anak korban sebagai bentuk perlindungan khusus anak dalam UUPA, mengingat korban masih usia anak dan masih Panjang masa depannya, sehingga jika memang diperlukan operasi untuk penanganan luka korban, maka seluruh biaya ditanggung pemerintah daerah;
4. FSGI mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (DP3A) Provinsi NTT untuk mendampingi anak korban selama pemeriksaan kepolisian dan juga memulihkan kondisi psikologis korban;
5. FSGI juga mendorong Dinas DP3A Provinsi NTT untuk melakukan assesmen psikologi dan psikososial ke peserta didik lain di sekolah berasrama tersebut karena ada dugaan juga mengalami kekerasan dalam bentuk yang lain saat proses pendidiplinan. Hal ini untuk pembenahan kedepannya dan melindungi peserta didik lain dari berbagai bentuk kekerasan atas nama mendidik dan mendisiplinkan. Karena dalam mendidik dan mendisiplinkan anak sejatinya tanpa kekerasan
Artikel Terkait
Viral Band Kotak Konser di Rumah Sakit, Bagaimana Kronologi Sebenarnya?
Gandeng Johor Port, SPJM Kolaborasi Perkuat Layanan Marine
Inilah Sosok Arvilla Delitriana Desainer Lulusan ITB Bantah Longspan LRT Jabodebek di Kuningan Salah Desain
Eksplorasi Potensi Wisata, UPT Pariwisata Luwu Utara Bakal Kunjungi Beberapa Objek Wisata
Implementasi P5 Kurikulum Merdeka, Siswa SD Kunjungi BPP Bonebone
Rp360 Juta untuk 3 Unit Wifi Setda Waropen, FITRA: Terlampau Besar
CBA Sebut Terdapat Anggaran Janggal Dinkes Dogiyai
Prodi Pendidikan Sejarah UNJ Adakan Pengabdian Masyarakat di Desa Cisaat, Subang
Inilah Sosok Pratu Marpaung, Anggota TNI Dikeroyok Oknum Ormas Pemuda Pancasila, Begini Kejadian Setelahnya!
Disdikbud Waropen Belum Realisasikan Rp15 Miliar Dana Hibah GPM Kesmawar