Kremlin Minta Hati-hati Gunakan Retorika Nuklir Usai Trump Umumkan Kapal Selam, Tegaskan Putin yang Tentukan Arah Kebijakan Luar Negeri

photo author
- Senin, 4 Agustus 2025 | 20:35 WIB
Presiden Amerika Donald Trump  (istimewa)
Presiden Amerika Donald Trump (istimewa)

(KLIKANGGARAN) – Pemerintah Rusia menyerukan kehati-hatian dalam penggunaan retorika nuklir setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan pemindahan dua kapal selam nuklir ke "wilayah yang sesuai", merespons pernyataan daring dari mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menanggapi langkah tersebut dengan tenang, menyebut bahwa kapal selam AS memang sudah berada dalam status tempur aktif. “Dalam hal ini, sudah jelas bahwa kapal selam Amerika memang sudah dalam tugas tempur. Ini adalah proses yang terus berjalan, itu yang pertama,” ujar Peskov kepada wartawan pada Senin (4/8/2025).

Baca Juga: Roy Suryo Siap Rilis Buku Dugaan Ijazah Palsu Jokowi 500 Halaman pada 17 Agustus, Akan Diterbitkan di 25 Negara

Meski begitu, Peskov menolak untuk memperbesar polemik yang sedang terjadi. “Secara umum, tentu saja, kami tidak ingin terlibat dalam kontroversi semacam ini dan tidak ingin mengomentarinya lebih jauh,” ucapnya. “Tentu saja, kami percaya bahwa semua pihak harus sangat-sangat berhati-hati dengan retorika nuklir.”

Peskov menegaskan bahwa Kremlin tidak menganggap pernyataan Trump sebagai bentuk eskalasi. “Kami tidak percaya bahwa ini adalah tanda eskalasi. Jelas bahwa isu-isu yang sangat kompleks dan sensitif sedang dibahas, dan itu wajar bila diterima secara emosional oleh banyak orang.”

Baca Juga: Silfester Matutina: Jokowi Hubungi Saya Sebelum Diperiksa Soal Dugaan Ijazah Palsu, Tiga Dugaan Jadi Fokus Polisi

Ia pun tidak memberikan jawaban langsung saat ditanya apakah Medvedev diimbau untuk menurunkan intensitas retorikanya terhadap Trump. “Lihat, di setiap negara, para pemimpin memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap berbagai peristiwa. Ada orang-orang yang berpikiran sangat keras baik di AS maupun Eropa. Jadi hal seperti ini lumrah terjadi,” jelas Peskov.

Namun, ia menegaskan bahwa dalam konteks Rusia, arah kebijakan luar negeri tetap berada di tangan Presiden Vladimir Putin. “Hal terpenting tentu adalah posisi Presiden Putin. Anda tahu bahwa di negara kami, kebijakan luar negeri ditentukan oleh kepala negara, yaitu Presiden Putin,” ujarnya.

Baca Juga: Isu Ahmad Muzani Gantikan Tito Karnavian Jadi Mendagri, Mensesneg Prasetyo: Secara Logika Kurang Masuk Akal

Ketegangan ini muncul setelah Trump memberi batas waktu 50 hari kepada Rusia untuk menghentikan invasi ke Ukraina, yang kini ia persingkat menjadi kurang dari dua minggu. Medvedev merespons di media sosial dengan menyebut Trump sedang “bermain ultimatum” dan memperingatkan bahwa “setiap ultimatum baru adalah ancaman dan langkah menuju perang.” Ia juga menyebut sistem “Dead Hand” — sistem balasan nuklir otomatis era Soviet.

Sementara itu, konflik di Ukraina masih berlangsung. Ukraina mengklaim berhasil menyerang pangkalan udara militer Rusia di Crimea serta depot bahan bakar di Bandara Sochi. Moskow membenarkan serangan itu menyebabkan kebakaran besar dan mengganggu penerbangan.

Baca Juga: Haidar, Siswa MAS Al-Qur'an Al-Amanah, Kab. Bandung Barat, Diterima di Unpad dan UGM: Rajin Konsultasi dengan Kakak Pengajar Bimbel Nurul Fikri

Di sisi diplomatik, Trump mengirim utusan khusus Steve Wikoff ke Moskow pada Rabu mendatang untuk pembicaraan lanjutan. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga menyebutkan bahwa pertukaran 1.200 tawanan dengan Rusia sudah disepakati setelah perundingan terakhir di Istanbul. Ia menegaskan, tekanan dari mitra AS sangat berperan dalam memaksa Rusia bergerak menuju gencatan senjata.**

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Muslikhin

Sumber: Skynews

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X