Surabaya, Klikanggaran--Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) menggelar Simposium Nasional Pengajaran Sejarah II di Surabaya, Jawa Timur secara blended, luring dan daring, pada Sabtu (12-12-2020).
Mengangkat tema “Sejarah Pemikiran Kritis Untuk Merawat Kebhinekaan”, symposium ini diadakan luring dengan mengundang 20 orang guru sejarah dari beberapa daerah dan 1700 peserta dari berbagai unsur secara daring.
Simposium dibuka oleh Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI) dan dihadiri para pakar sejarah yaitu Said Hamid Hasan (Guru Besar Pendidikan Sejarah), Anhar Gonggong (Sejarawan), Ari Sapto (Universitas Malang), dan Agus Suprijono (Universitas Negeri Surabaya).
Pandangan dari para pakar dan guru-guru sejarah dalam symposium ini menghasilkan kesimpulan sekaligus rekomendasi yang dibacakan langsung oleh Sumardiansyah Perdana Kusuma (Presiden AGSI) didampingi Ratih Kusmaharti (Ketua Panitia Simposium) yang berisikan poin-poin yaitu:
Pertama, sejarah adalah imajinasi kebangsaan yang dibangun dari bacaan terhadap masa lalu, ia tampil sebagai referensi dikehidupan kekinian, sekaligus sebagai bahan proyeksi untuk berjalan menuju masa depan;
Kedua, pemahaman dan kesadaran mengenai keindonesiaan wajib diketahui oleh segenap bangsa Indonesia. Jangan sampai generasi muda menjadi amnesia sejarah, lupa bahkan tidak tau dari mana dirinya berasal, terkikis jati dirinya, serta gagal menjadi manusia yang berkarakter dan berbudaya;
Ketiga. secara progresif pembelajaran sejarah harus mampu mengkontekstualisasikan berbagai peristiwa yang terjadi dimasa lalu dengan berbagai peristiwa yang dialami sekarang, untuk kita bisa saling merenungi, mengevaluasi, membandingkan, atau mengambil keputusan, sekaligus sebagai orientasi untuk kehidupan masa depan yang lebih baik;
Keempat, sejarah bukanlah sebatas hafalan atas fakta masa lalu, melainkan sebagai keterampilan berpikir. Muara dari pembelajaran sejarah yang berorientasi pada keterampilan berpikir secara alamiah akan mendorong pembentukan manusia merdeka yang memiliki kesadaran sejarah dan sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila; dan
Kelima, peningkatan kapasitas Guru sejarah secara professional dan penempatan mata pelajaran sejarah dalam kelompok wajib/dasar di semua kelas (X, XI, XII), dan jenjang (SMA/SMK/MA/MAK) dengan jumlah jam proporsional adalah sebuah keharusan bagi pemerintah dan/atau seluruh stake holder terkait.