peristiwa-daerah

Pengungkapan Hibah Sumsel 2013 Berlarut-Larut, Pihak MAKI Bingung

Senin, 23 September 2019 | 09:56 WIB
kejagung1


Palembang, Klikanggaran.com--Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kembali menggugat Kejagung dengan Praperadilan ke-7 (tujuh) kalinya untuk perkara dugaan korupsi dana hibah pada APBD Sumsel 2013. Perkara ini diduga mangkrak lebih dari 3 tahun sejak 5 Mei 2017.


"Pada putusan pengadilan jelas menyatakan alat bukti diserahkan ke penyidik untuk perkara lain, namun perkara lain yang dimaksud putusan tersebut  seolah tak pernah diungkap," ujar Deputy MAKI Sumsel pada Klikanggaran.com, Senin (23-09-19).


Ibarat pembunuhan berencana, perkara korupsi dana hibah pada APBD Sumsel 2013 belum mengungkap perencana dan eksekutornya. Proses hukum yang sudah selesai disidangkan diduga hanya untuk saksi yang tak berani melapor.


"Dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam sidang gugatan Pilgub Sumsel 2013, “Dana hibah pada APBD Sumsel 2013 digunakan secara Masif dan terencana untuk memenangkan Pilgub”. Sayangnya putusan MK bukanlah produk hukum materil hingga hanya dianggap angin lalu," kata Feri.


Melenggang kangkung  dan mengangkat bahu dengan pongahnya seperti itulah ulah aktor utama korupsi dana hibah pda APBD 2013.


“Alangkeh hebatnyo omongan wong tu, katonyo kateklah yang biso nyentuhnyo, lak diselesaike galo, jadi jangan beharap kasusnyo naek," ujar sumber yang tahu prose penyaluran hibah tersebut.


Masyarakat Anti Korupsi Indonesia berharap proses hukum berjalan sesuai dengan protap Kejaksaan Agung dan tidak untuk melindungi tersangka utama dan tersangka lain.


“Alat bukti dan keterangan saksi, kemudian audit BPK, selanjutnya fakta persidangan sudah lebih dari cukup untuk ungkap aktor utama," tekan Feri kembali.


Dirinya bingung dengan lambannya proses pengungkapan pelaku utama korupsi dana hibah pada APBD Sumsel 2013 tersebut.


“Walaupun saya bukanlah ahli hukum, namun saya melihat dan membaca semua bukti yang ada, unsur-unsur untuk mengungkap pelaku lain sudah terpenuhi seperti pelanggaran wewenang, perbuatan melawan hukum, unsur menguntungkan orang lain atau koorporasi sudah terpenuhi termasuk audit BPK RI, namun semuanya seakan tak mampu menyentuh pelakunya," ujar Feri lebih lanjut.


Adanya SKPD lain seperti, Dinas Sosial, Biro Umum dan perlengkapan, Biro Kesra, Biro Humas, Dinas Pendidikan dan Aspirasi DPR, serta penerima hibah yang patut diduga melanggar Permendagri No. 32 tahun 2011 dengan unsur melanggar wewenang sebagaimana di maksud pasal 3 UU Tipikor dan menguntungkan orang lain dan koorporasi, menurut saya sudah terpenuhi. Namun, sepertinya mandeg, seperti ada ketakutan oihak penyidik menindak lanjutinya.


“Bahkan adanya dugaan pemalsuan dokumen dalam penyaluran dana hibah juga terbukti, serta dugaan pemotongan hibah menggunakan dana aspirasi juga terbukti dengan LHP BPK RI No. 32 yang menyatakan adanya potensi kerugian negara Rp821 miliar karena LPJ yang belum dilengkapi penerima hibah, namun proses hukum lebih lanjut tetap tidak berjalan," paparnya.


Prapid ke 7 (tujuh) MAKI menandakan betapa lambannya atau bisa di katakan mangkrak proses hukum lanjutan korupsi hibah Sumsel itu yang di tangani Kejagung. Sprindik No. 45 tanggal 5 Mei 2017 bisa dianggap sprindik terlama Kejagung dan bisa di catatkan dalam rekor MURI.


“Bila proses hukum seperti ini,  maka bisa-bisa 47 wakil rakyat di DPRD Provinsi Sumsel terduga menilep dana hibah dengan dugaan memotong pemberian hibah melenggang kangkung tanpa tanggung jawab. Dan SKPD pemberi dana hibah yang jelas melanggar Permendagri No. 32 tahun 2011 tak tersentuh hukum," khawatir Feri.

Halaman:

Tags

Terkini