peristiwa-daerah

Pemprov Sumsel Dinilai Lamban Menangani Potensi Kebocoran BUMD

Jumat, 2 November 2018 | 04:32 WIB
Ajang Politik

Palembang, Klikanggaran.com (02-11-2018) - Gubernur Sumsel, pada salah satu media online menyatakan, “Siapo yang audit. Kalo sudah ado infoke beritahu aku.” Ini diucapkan ketika diwawancarai di kantor Gubernur, Kamis (1/11/2018).

Kemudian dinyatakan pula oleh beliau ketika disinggung langkah apa yang akan diambil terkait masalah di PDPDE, Herman Deru, menyatakan siap untuk membenahinya.

“Tapi aku nak tau dulu, itu auditnyo dari mano,” ujar Gubernur Sumsel mengisyaratkan lambannya penanganan BUMD oleh Pemprov Sumsel.

Pernyataan Gubernur Sumsel yang akan mengaudit seluruh BUMD di lingkungan Pemprov Sumsel setelah pelantikan beliau, sangat melegakan para pegiat anti korupsi. Namun, ketika hal ini dikonfirmasikan ke PDPDE Sumsel didapat jawaban, “Kami sampai saat ini belum diaudit oleh BPKP dan audit internal."

"Saat ini kami lakukan merupakan audit penutup sebelum PDPDE Sumsel berubah menjadi perseroan terbatas (PT)," ujar sumber di PDPDE yang tidak ingin disebutkan namanya.

Mengaudit BUMD-BUMD di lingkungan Pemprov Sumsel sangatlah kompleks, karena telah dilakukan audit-audit sebelumnya yang disinyalir tidak berkesinambungan dari tahun ke tahun, dan beberapa disinyalir dilaksanakan secara an audit.

Keterlambatan Pemprov Sumsel dalam mengaudit BUMD dapat mengakibatkan adanya upaya menghilangkan barang bukti dugaan tindak pidana manipulasi dan tindak pidana korupsi di dalam tubuh BUMD yang bermasalah.

Informasi masyarakat melalui media seharusnya menjadi acuan Pemprov Sumsel dalam menilai kinerja keuangan BUMD-BUMD Sumsel. Seperti adanya Badan Pariwisata di dalam PDPDE Sumsel yang mendapat anggaran cukup besar yaitu Rp 300 juta per tahun, dan bantuan ke SFC sebesar 1 sampai 3 miliar per tahun untuk kegiatan promosi sementara, PDPDE Sumsel tidak memasarkan produk untuk dijual secara komersil.

Aset-aset yang dikuasai pihak ketiga karena dijadikan agunan untuk penyertaan modal BUMD disinyalir sudah berpindah tangan ke pihak ketiga seperti asrama haji dan museum tekstil serta aset-aset lainnya.

Belum lagi adanya penyertaan modal ke pihak ketiga untuk join operation, namun tidak ada realisasi seperti halnya rencana hotel di lokasi museum tekstil yang diduga ada penyertaan modal sebesar Rp 2 milyar kepada pihak ketiga. Namun, tidak ada realisasinya.

Yang paling menyesakkan dada para pegiat anti korupsi adalah hak jual gas PDPDE Sumsel di PHE-Talisman Jambi Merang yang diambil alih oleh pihak ketiga karena perjanjian joint venture yang merugikan Pemprov Sumsel. Di mana PDPDE Sumsel juga disinyalir telah menyerahkan sepenuhnya hak jual pada tahun 2019 pada pihak ketiga.

BPKP tidak mungkin dapat melakukan audit terhadap perjanjian jual gas PDPDE Sumsel ke PDPDE Gas karena terbentur legalitas perjanjian. Di mana saham PDPDE Sumsel hanya 15% atau hanya hak deviden atau turut serta dalam kerja sama.

Sejatinya, informasi masyarakat melalui media dapat dijadikan acuan untuk melakukan upaya hukum perdata dan pidana ke pihak ketiga yang menguasai harkat hidup rakyat Sumatera Selatan tersebut.

Demikian disampaikan Ir Feri Kurniawan, pegiat anti korupsi Sumatera Selatan, pada Klikanggaran.com, Jumat (02/11/18).

Terkini