FSGI : Dorong Pemerintah Ijinkan Sekolah Gelar PTM Jika 70 Persen Peserta Didik Sudah Divaksin

photo author
- Jumat, 9 Juli 2021 | 16:27 WIB
images (2)
images (2)


KLIKANGGARAN-- Pemerintah terus gencar mengupayakan berbagai macam cara untuk menekan angka positif kasus COVID-19, salah satunya dengan melakukan program vaksinasi. Vaksinasi merupakan bagian penting dalam rangkaian upaya penanggulangan pandemi COVID-19. Vaksinasi COVID-19 untuk anak dan remaja usia 12-17 tahun sudah dimulai. Kelompok usia ini dinilai rentan tertular, terutama oleh beberapa varian baru virus Corona.


Pandemi covid-19 belum usai, sementara perkembangan penyakit sangat dinamis dan obat covid belum ditemukan. Kondisi ini tentu mendorong optimalisasi pencegahan haruslah maksimal dilakukan, seperti menerapkan 3 M (Memakai Masker, Mencuci Tangan dan Menjaga Jarak), melakukan 3T (Tracing, Testing dan Treatment).


“Jika 3 T pada orang dewasa saja masih minim, maka deteksi dini anak-anak yang terpapar covid menjadi terlambat dan bisa saja memicu gejala sedang sampai berat yang dialami anak-anak,”ujar Heru Purnomo, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia.


”Mayoritas daerah belum sepenuhnya menggelar PTM, bahkan banyak yang masih ujicoba dalam jumlah terbatas, namun anak-anak Indonesia yang terinfeksi covid-19 angkanya mencapai 12,6% dari total kasus dan angka kematian anak akibat covid di Indonesia tertinggi di dunia. Sebagian besar anak tertular dari kluster keluarga”, ungkap Mansur, Wakil Sekjen FSGI.


Mansur menambahkan, “Vaksinasi adalah salah satu unsur pencegahan karena membentuk kekebalan tubuh orang yang divaksin. Meskipun vaksin tidak menjamin sesorang tidak tertular covid-19, namun vakinasi setidaknya menurunkan resiko keparahan jika terinfeksi covid-19”.


Hasil Pemantauan FSGI Atas Program Vaksinasi Covid-19


FSGI melakukan pemantauan melalui seluruh Serikat-serikat Guru di jaringannya, diantaranya adalah di DKI Jakarta, Kab. Bekasi, Kab, Purbalingga, Kota Bogor, Kab. Lombok Barat, Kota Mataram, Kab. Bima, Kota Bima, Kota Medan, Kab. Kerawang, kota Jambi, Kota Bengkulu, dan Kabupaten Bengkulu.


Pencapaian vaksin untuk guru di sejumlah daerah beragam, namun semua daerah sudah memulai vaksin untuk guru sejak April dan Mei 2021 dengan rentang persentase antara 50 s.d. 95%. Misalnya, Provinsi DKI Jakarta pencapaian vaksinasi untuk guru untuk vaksin dosis 1 mencapai 83,89% dan dosis vaksin dosis 2 baru mencapai 69,6%; Kabupaten Purbalingga 95%, Kota Medan 80%, Kota Mataram 80%, Lombok Barat 50%, dan Kab. Bima 50%. Angka-angka tersebut per 30 Juni 2021.


“Di Kecamatan Monta (kabupaten Bima) misalnya, guru yang divaksin baru sekitar 20%, bahkan ada sekolah yang sudah PTM namun belum satupun gurunya di vaksin. Sejak April 2021sudah ada pendataan vaksin untuk guru, namun karena ada musibah banjir besar di Kab. Bima, vaksinasi untuk guru tertunda”, ungkap Fahmi Hatib, Presidium FSGI untuk Indonesia Timur.


FSGI menilai bahwa guru-guru yang belum divaksin bukan semata tidak mau divaksin atau takut divaksin, namun setidaknya ada dua kategori, yaitu yang tidak bisa di vaksin dengan yang tidak mau divaksin, namun yang tidak mau angkanya kecil. “Sebagian besar guru bersedia di vaksin, hanya saja jumlah vaksinnya terbatas, jadi cukup banyak guru yang belum divaksin sama sekali padahal sekolahnya sudah PTM secara terbatas,”urai Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen FSGI.

Kalau guru yang jumlahnya hanya 4,2 juta belum rampung divaksin, bagaimana dengan peserta didik yang jumlahnya di data Dapodik mencapai 52 juta orang, namun dari jumlah tersebut, peserta didik yang bisa di vaksin pada usia 12-17 tahun berjumlah 32,6 juta. “Dari pantauan FSGI, vaksin anak sudah diberikan di daerah tertentu saja, seperti di DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bali, mungkin karena jumlah vaksinnya terbatas sehingga diutamakan pada wilayah-wilayah yang kasusnya melonjak naik”ujar Eka Ilham, Kepala Divisi Litbang FSGI.


Temuan FSGI


Pertama, FSGI menemukan 4 alasan guru (mungkin juga masyarakat pada umumnya) tidak mau divaksin, yaitu : (1) beredarnya berita hoaks yang malah dipercaya bahwa jika di vaksin akan ada efek samping yang membahayakan; (2) Ada penyakit bawaan namun itu hanya alasan pembenaran saja, yang sebenarnya mereka takut di vaksnin; (3) Karena Vaksin Sinopac dari China, maka para guru meragukan efektivitas dan keamanannya; dan (4) Menunda untuk di vaksin dengan sengaja tidak datang ke tempat kerja, padahal petugasnya sudah datang disekolah.


Kedua, Vaksinasi untuk seluruh guru yang awalnya merupakan kelompok prioritas yang ditarget harus selesai divaksin pada Juni 2021 ternyata belum rampung, angka ketercapaian antara rentang 50-95%. Adapun kendalanya adalah jumlah vaksin yang terbatas dan belum merata di sejumlah daerah sehingga banyak guru yang ingin divaksin, namun belum mendapatkan jatah vaksin.


Ketiga, FSGI mengapresiasi karena sejumlah daerah melalui Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan mulai melakukan rapat koordinasi dengan Kepala-kepala Sekolah, baik negeri maupun swasta untuk mendata jumlah peserta didiknya yang sudah dapat divaksin, yaitu rentang usia 12-17 tahun yang jumlahnya se-Indonesia mencapai 32,6 juta. Jika pemberian vaksin 2x maka dibutuhkan dosis vaksin mencapai 65,2 juta.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X