Awalnya ketika melihat judulnya agak sedikit bingung, kenapa menulis ulang kata yang memiliki arti yang sama dengan bahasa yang berbeda? Tapi setelah ditonton, owh ternyata film ini hampir keseluruhan mengambil gambar di sebuah kota yang bernama Queen's. New York, Amerika.
Film ini bercerita tentang seorang anak remaja bernama Ali yang mencari ibunya, Mia yang pergi mengejar mimpi sebagai penyanyi, dalam perjalanannya merantau di negeri Paman Sam, kota Queens, Ali bertemu dengan tante-tante girang yang unik dan lucu, mereka adalah Party seorang cleaning lady yang punya sifat keibuan dan perhatian, Biyah yang bekerja sebagai paparazzi, Ance seorang single mom yang tegas tapi baik hati punya anak perempuan yang cantik bernama Eva dan tante Chinta yang lemah lembut, selalu optimis dan positif, bekerja sebagai seorang terapis pijat di tempat spa.
Menariknya, melalui tante-tante unik itu dan Eva satu-satunya anak gadis cantik di sini, perjalanan Ali mencari ibunya yang mestinya dipenuhi drama dan tangisan malah menjadi kocak, seru dan quirky. Ali juga diajarin hidup ala imigran sebagai pekerja. Ali jadi mengenal tentang makna kebersamaan di negeri asing, yang pastinya lebih keras daripada ibukota Jakarta. Untuk bertahan hidup di sana, Ali harus mau membantu para tante-tante membersihkan WC, ikut mijitin orang dan jadi paparazzi. Namun di balik kerja keras (yang terlihat menyenangkan) itu, Ali juga menemukan optimisme baru buat ngembangin bakat terpendamnya sebagai seniman gambar.
Disini saya sungguh sangat menyayangkan sikap Mia, ibunya Ali yang egois. Saya jadi ingat dengan pertanyaan seorang teman di sebuah forum tanya jawab
"Bagaimana jika pasangan mu pendukung gerakan childfree?"
Dan diluar dugaan pertanyaanya ini telah dijawab lebih dari 50 orang yang rata-rata memberi jawaban yang sama yaitu dapat menerima pasangannya yang tidak mau mempunyai anak dan yang lebih mengejutkannya lagi mereka juga ikut mendukung untuk tidak mau memiliki anak.
Sebuah survei yang tidak terduga di musim pandemi ini yang dimana tingkat kelahiran menjadi lebih tinggi akibat lockdown di tahun lalu dan juga kemungkinan di tahun ini pemerintah akan mengambil tindakan yang sama.
"Punya anak itu tanggung jawabnya besar harus membuat mereka bahagia, terjamin hidupnya dan setidaknya tidak membuat mereka menyesal pernah lahir kedunia."
Salah satu alasan yang menurut saya masuk akal selain faktor trauma karena memiliki kenangan buruk diperlakukan tidak adil oleh orangtua mereka dimasa lalu padahal mereka tidak minta dilahirkan.
Oke kembali ke laptop. Di film ini saya dapat melihat rasa kesepian dan kerinduan yang dirasakan Ali kecil sebagai seorang anak umur 5 tahun yang ditinggalkan oleh ibunya untuk mewujudkan mimpinya sebagai penyanyi.
Untungnya ketika besar, Ali tidak menjadikan itu sebagai alasan untuk membenci ibunya karena sudah melupakannya dan ayahnya dengan memiliki keluarga baru.
Keseluruhan ceritanya menarik dan sederhana, kita dapat melihat visual eksotisme kota Queens dan Manhattan dengan khas urban, animasi karya mas Pinot yang keren (yang dijadikan karya Ali), konflik ceritanya juga mengalir begitu saja tanpa bikin kita bosen. Saya suka cara sang sutradara menampilkan aktor - aktornya dengan hangat, emosional, menyatu dan relatable (yang pastinya para pemainnya selain Ali, mereka adalah aktor-aktor senior yang kemampuan aktingnya tidak diragukan lagi)
Di sini tidak ada tokoh yang jahat, yang ada hanya tokoh yang tidak sempurna yang pernah melakukan kesalahan di masa lalu.
Overall film ini memberi kita gambaran kolase cerita sederhana tentang arti kebersamaan yang hangat ala imigran (arti lainnya bisa juga untuk perantau), konflik ibu anak dan tentang mengejar mimpi. Melihat visual eksotisme carut marut kota Queens, New York juga bikin film ini makin edgy untuk mengisi waktu luang.