Ichsan Kamil Akui Diskriminasi Difabel Efek Minim Kesadaran Masyarakat

photo author
- Rabu, 31 Maret 2021 | 15:33 WIB
IMG-20210331-WA0009
IMG-20210331-WA0009


Jakarta.www.klikanggaran.com,-- Ketua Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Kota Depok, Muhammad Ichsan Kamil, menyesali anggapan kalangan disabilitas patut dikasihani karena keterbatasannya.


"Kami tidak butuh kasihan orang lain. Kemampuan difabel hanya butuh dihargai secara profesional dan proporsional," ujarnya, yang juga koordinator Tunarungu Wicara di kepanitian Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia itu, Rabu (31.3/21).


Alasannya, kompetensi keahlian difabel masing-masing dihargai sesuai amanat UU Disabilitas, UU HAM dan Kovensi Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial & Budaya.


Karena itulah, kata M Ichsan Kamil, Gerkatin bersama komunitas disabilitas lain dan PPDI se-kota Depok menggalakkan kesadaran komunitas untuk memahami hak dan kewajiban sebagai Warga Negara Indonesia.


Mereka menggelar pelatihan 29-30/3 terkait Hak Asasi Manusia dihadiri Yossa AP Nainggolan selaku pegiat HAM & direktur Yapesdi, Agus H Hidayat.


Dicontohkan Ichsan, sejawat sesama lulusan SLB Santi Rama & lulus sarjana Strata-1 berbagai jurusan dengan puluhan lamaran kerja ditolak setelah tahu difabel tuli.


"Hikmahnya, beberapa teman berkolaborasi membangun kedai dengan brand Kopi Tuli (Koptul), Alhamdulillah," ujar lulusan S-1 di Kampus M.Husni Thamrin, Jakarta, itu.


Profesional proporsional


Pengalaman diskriminasi dialami para disabel. Alde Maulana, misalnya, kebutaan 50% mata kirinya menjadi alasan tidak dilantiknya menjadi Aparatur Sipil Negeri (ASN) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) kendati sudah lulus tes dan mengikuti pelatihan delapan bulan.


Pemuda asal Padang, Sumatera Barat, ini menyurati Presiden RI Jokowi & instansi terkait seperti Ombusman.


Nasib serupa tapi tak sama dialami Romi Syofpa Ismael. Perempuan dokter gigi itu sempat batal dilantik ASN karena kelumpuhan kaki, tetapi Gubernur Sumatera Barat Cq Bupati Solok Selatan menganulirnya setelah disposisi Badan Administrasi Kepegawaian Nasional Cq Kemenpan RB.


Mereka sepakat salah tafsir menerjemahkan sehat jasmani rohani.
Kontroversi itu, seperti pernah diungkap Ketua Dewan Pertimbangan PPDI Siswadi, dikarenakan perusahaan (BUMN, Swasta, Pemerintah) menerapkan syarat bekerja profesional diikuti sehat jasmani rohani.


"Padahal bekerja sesuai kemampuan disabilitas itu kan berarti profesional. Hal ini belum dicontohkan BUMN menerapkan amanat UU Disabilitas dimana BUMN wajib mempekerjakan dua persen dan swasta 1 persen dari total pekerjanya," ujar Siswadi waktu itu.



Penulis : Ikhsan

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: dedy dj

Tags

Rekomendasi

Terkini

X