Akhir tahun bisa pulang ke rumah.
MasyaAllah banget.
Rumah yang sebenarnya rumah bukan tempat singgah yang ketika pulang disambut ruang gelap dan nasi dingin di Magicom sisa pagi tadi. Akhirnya setelah sekian lama memendam rindu bisa balik ke rumah lagi.
Sebenarnya dari lebaran sejak tahun pertama sejak pergi meninggalkan rumah sudah sangat rindu tapi untuk pulang rasanya enggan (jangan tanya kenapa? Karena memang keadaannya seperti itu, tanyakan saja kepada perantau lainnya pasti mereka tidak memiliki jawaban pasti juga)
Hal yang mententramkan jiwa itu salah satunya adalah memakan masakan ibu yang hangat
***
Aku menemukan ini di dalam lemari. Sebuah tustel jadul yang 20 tahun lalu (atau bahkan sudah lebih dari itu usianya karena tustel ini adalah tustel warisan dari ayah ku yang juga suka memotret meskipun yang beliau potret bukan pemandangan yang memiliki nilai jual tapi yang didapat lebih dari itu yaitu kenangan abadi)
Sewaktu SD dan SMP aku termasuk ABG yang "kekinian" pada saat itu, karena apa? Karena pada saat itu hanya aku yang (mungkin) mempunyai kamera tustel itu bahkan aku juga membawanya ke sekolah secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan guru.
Sebenarnya kamera dan tustel memiliki arti yang berbeda meski pada penyebutannya di masyarakat dan di dalam KBBI merujuk pada arti yang sama yaitu alat potret
Samar
Dan seperti potongan mozaik aku berusaha mengingat semuanya perlahan-lahan meski perlahan juga ingatan itu memudar.
Kamera ini dulu barang yang sangat berarti.
Untuk media filenya masih memakai kodak-rol film yang disebut klise berisi 36 setelah dibawa ke toko foto untuk dicuci dengan cairan kimia di ruangan gelap hasil film itu disebut dengan negatif film.
Teman-teman ku berebutan untuk berdiri paling depan agar wajah mereka dapat terlihat.
mereka adalah teman-teman seangkatan ku sewaktu sama-sama menjadi pelajar di sebuah sekolah negeri di kota kelahiran yaitu SMPN 1 Lubuklinggau