Keempat, keputusan pemerintah ini bertolak-belakang dengan kondisi kekurangan guru secara nasional yang tengah dialami Indonesia. Merujuk data Kemdikbud (2020), sampai 2024 Indonesia kekurangan guru PNS di sekolah negeri sampai 1,3 juta orang.
Seperti disampaikan Ketua Umum Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri (FGHBSN) Rizki Safari Rakhmat, bahwa Indonesia darurat guru PNS, kekurangan guru PNS tiap tahunnya. Ketersediaan guru PNS saat ini 60% yang terdapat pada sistem Dapodik Kemendikbud. Ditambah lagi dari tahun 2020 s.d 2024 sebanyak 364.814 Guru PNS yang pensiun.
Rizki mengungkapkan, keberlangsungan pendidikan sebagian besar dijalankan guru-guru honorer di sekolah negeri. Ada sedikit harapan ketika moratorium CPNS dicabut pada tahun 2018, kemudian seleksi CPNS berjalan dari tahun 2018 s.d 2019.
"Para guru non PNS berlomba-lomba mengikuti seleksi CPNS dalam 2 tahun terakhir. Tapi harapan tersebut akan pupus pada 2021," sesal guru honorer di Kota Bandung ini.
Baca juga: Pemerintah Resmi Bubarkan FPI
Kelima, "Keputusan ini akan menabung masalah atas kekurangan guru secara nasional tadi. Kekurangan guru PNS kita tak akan bisa tertutupi sampai kapanpun, sebab guru P3K ini kan waktu pengabdiannya terbatas 5 tahun saja misalnya. Tidak sampai usia pensiun seperti guru PNS hingga 60 tahun. Dan ini berpotensi menganganggu keberlangsungan pendidikan nasional kita," demikian jelas Agus Setiawan (Kabid Kajian Kebijakan Guru P2G).
Agus yang merupakan guru Pendidikan Agama ini khawatir, jika kebijakan di Kementerian Agama juga akan sama. Padahal Menteri Agama, Gus Yaqut adalah orang tua bagi guru-guru agama dan madrasah se-Indonesia. Sedangkan Mendikbud, Mas Nadiem Makarim adalah orang tua bagi guru sekolah umum se-Indonesia. Sangat disayangkan, jika dua kementerian ini justru tidak berpihak kepada guru dengan menyetujui kebijakan diskriminatif tersebut.