FSGI: Refleksi Pendidikan Sepanjang 2020 pada Masa Pandemi Covid 19

photo author
- Selasa, 29 Desember 2020 | 14:02 WIB
fsgi
fsgi

PJJ adalah “hal baru” bagi anak, orangtua, ataupun sekolah. Ibaratnya, tidak ada satu pihak pun yang memiliki bekal cukup untuk menjalaninya, baik secara pedagogis maupun psikologis. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Survei KPAI dengan FSGI yang disebarkan melalui jaringan SGI diseluruh daerah Indonesia terkait PJJ fase pertama berjalan tidak efektif dan 77,8% responden siswa mengeluhkan kesulitan belajar dari rumah dengan rincian : 37,1% siswa mengeluhkan waktu pengerjaan yang sempit sehingga memicu kelelahan dan stres; 42% siswa kesulitan daring karena orangtua mereka tidak mampu membelikan kuota internet, dan 15,6% siswa mengalami kesulitan daring karena tidak memiliki peralatan daring, baik handphone, komputer PC, apalagi laptop.


Orangtua juga ikut tertekan saat mendampingi anak-anaknya melakukan PJJ secara daring, karena harus mengingatkan berbagai tugas belajar, mana yang sudah dikerjakan dan mana yang belum. Itupun berlaku bagi orangtua yang menjadi PAHLAWAN TANPA TANDA JASA menggantikan peran guru disekolah selama pandemi covid-19. Orangtua juga harus mengirim tugas-tugas anaknya kepada gurunya dalam bentuk foto dan video. “Terbayang beratnya jika orangtua memiliki anak lebih dari satu yang bersekolah, termasuk beratnya kuota internet yang harus ditanggung orangtua,” pungkas Eka Ilham.


KEEMPAT, Hibah Merek Merdeka Belajar Belum Jelas, Perlu dikuatkan sesuai Peraturan Perundangan Yang Berlaku


Hibah Merdeka Belajar yang diserahkan PT Sekolah Cikal sebagai pemilik Merek Merdeka Belajar kepada Kemendikbud Republik Indonesia pada Jumat 14 Agustus 2020 belum jelas, karena hanya dituangkan dalam surat kesepakatan penyerahan dan penggunaan bersama merek merdeka belajar antara Direktur PT Sekolah Cikal, Najelaa Shihab dengan Menteri Pendidikan dan kebudayaan RI, Nadiem Makarim.  Hal ini belum sesuai dengan ketentuan Hibah yang diatur oleh UU Merek Dagang itu sendiri.


FSGI menghargai niat baik penyerahan tersebut. Namun niat yang baik juga harus dilakukan dengan ketulusan dan cara yg benar yaitu sesuai peraturan perundang -undangan yg berlaku di Indonesia. “Penyerahan hibah secara hukum berarti BER-ACARA. Oleh karena itu harus ada Akta Hibah, Pengalihan Hak ke Hibah harus didaftarkan secara resmi, harus diumumkan, ada saksi dari negara (dalam hal ini KEMENHUMHAM RI), ada Notaris yang mewakili negara dan wajib dicatatkan,” ungkap Heru Purnomo, Sekjen FSGI.


KELIMA, Belajar Dari Pondok Pesantren Yang Jadi Kluster Baru, Pemerintah Daerah Wajib Cermat Dalam Buka Sekolah Tatap Muka


Baca juga: Ketika Ratusan Ribu Orang Mengantar Habib Kharismatik Itu ke Pemakamannya


Hasil pemantauan FSGI pada bulan September 2020 menunjukkan jumlah santri yang positif covid-19 mencapai ribuan, angka tepatnya 1449. Sedangkan pada bulan Oktober 2020 tercatat 700 santri positif covid-19 dan pada bulan November 2020 mencapai 940 santri, Ada ponpes di kabupaten Banyumas angka kasus santri positif mencapai 328 orang, bahkan Ponpes di kabupaten Banyuwangi kasus santri positif covid paling banyak, yaitu mencapai 622 santri. Dari jumlah tersebut, selain santri sudah termasuk pengelola, pegawai dan pimpinan pondok pesantren, hanya jumlahnya 99% didominasi santri.  Total dari data yang dikumpulkan FSGI mencapai 3.089 kasus covid 19 hanya dari kluster pondok pesantren. Adapun wilayah pantauan kluster pondok pesantren meliputi 6 (enam) provinsi dan 18 kabupaten/kota, meliput: Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogjakarta, Sulawesi Barat di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), dan Kepulauan Riau di Kabupaten Bintan.


Belajar dari tingginya kasus covid 19 di Pondok Pesantren, maka FSGI mengingatkan pemerintah daerah harus hati-hati dalam membuka sekolah tatap muka, perlu kehati-hatian dan penyiapan sungguh-sunggu. “Kalau Daerah dan sekolah belum siap, tunda buka sekolah pada Januari 2021, terlebih di wilayah-wilayah yang baru selesai menggelar Pilkada pada 9 Desember 2020 lalu. Perlu data kasus di wilayah tersebut, apalagi pasca liburan akhir tahun,” ujar Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen FSGI yang juga guru di Sumatera Utara.


KEENAM, Relaksasi Dana BOS untuk Penyiapan Buka Sekolah Sulit, Perlu anggaran selain Dana BOS untuk penyiapan PTM


Baca juga: Sementara Warga Amerika DIberi $ 600, Kongres Menyisihkan Dana $ 600 Juta untuk Melawan Rusia dan China


Penyiapan buka sekolah tatap muka membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, perlu menyiapkan infrastruktur dan protocol kesehatan/SOP adaptasi kebiasaan baru (AKB) di satuan pendidikan. Oleh karena itu, jika mengandalkan dana BOS yang direlaksasi tidak akan mencukupi, karena dana BOS selama ini dibutuhkan untuk pembiayaan 8 standar nasional pendidikan (SNP).


“FSGI mendorong perlu ada kebijakan anggaran baru di pendidikan untuk penyiapan buka sekolah tatap muka di masa pandemic, yaitu melalui anggaran lain di luar dana BOS. DPR RI dan DPRD perlu memikirkan ini dalam politik anggaran tahun 2021, demi melindungi warga sekolah dan mencegah sekolah menjadi kluster baru. Jika tidak, maka potensi sekolah menjadi kluster baru sangat besar”, ujar Fahmi Hatib, Presidium FSGI yang juga wakil kepala sekolah di kabupaten Bima.


Selain itu, Fahmi juga berharap dengan adanya kebebasan kepada kepala sekolah dalam penggunaan dana BOS harus didukung dengan peraturan yang jelas, pemerintah harus membuat payung hukum agar Kepala Sekolah tidak ragu dalam belanja alat dan prasarana tatap muka, tentunya harus ada pengawasan yang ketat dari pihak terkait, "pungkasnya


Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tim Berita

Tags

Rekomendasi

Terkini

X