bisnis

Diplomasi Mendag Lutfi Diuji Piawai Bersengketa Lawan Uni Eropa di WTO

Kamis, 21 Januari 2021 | 16:47 WIB
IMG-20210121-WA0001


Jakarta.www.klikanggaran.com,-- Kepiawaian naluri enterpreneur Muhamad Lutfi selaku Menteri Perdagangan diuji dalam sengketa berkepanjangan dengan Uni Eropa.


Gugatan warga Benua Biru atas kebijakan Indonesia soal bahan mentah nikel berkode DS 592 itu seperti dinegosiasi dengan upaya litigasi Indonesia terkait hambatan perdagangan produk biodiesel berbahan baku minyak sawit oleh Uni Eropa, yang bermuara di World Trade Organization.


“Indonesia siap mempertahankan posisinya di forum penyelesaian sengketa WTO.Pemerintah bersama pihak terkait akan terus berkoordinasi untuk memastikan bahwa langkah dan upaya mendorong peningkatan nilai tambah dan daya saing nasional akan senantiasa menjadi agenda prioritas ke depan,” ujar mantan Duta Besar Amerika Serikat sejak September 2020 dalam rilis Kemendag, Kamis (21/1).


Namun begitu ia mengaku menyesali langkah UE yang meminta dibentuk Panel WTO,14 Januari 2021 untuk menyelesaikan kasus nikel itu.


"Menyikapi itu Indonesia berpandangan Uni Eropa telah salah memahami & mengartikan kebijakan Indonesia, meskipun hal tersebut telah disampaikan secara jelas saat proses konsultasi pada 2020," ujar mantan Mendag era Presiden SBY, Februari-Oktober 2014, itu.


Terkait kasus sengketa DS 592, UE telah mengajukan permintaan konsultasi 22 November 2019 sebagai respons diterapkannya larangan ekspor bijih nikel oleh Pemerintah Indonesia mulai 1 Januari 2020. Uni Eropa menilai kebijakan tersebut melanggar sejumlah ketentuan WTO dan berdampak negatif pada daya saing industri baja di Uni Eropa.


Pertemuan dilaksanakan 30-31 Januari, setelah pertemuan konsultasi UE disetujui Indonesia pada 28 November 2019.


Kasus Tandingan
Mendag Lutfi memaparkan Indonesia meyakini, Uni Eropa yang mengadopsi kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) telah memakai berbagai alasan, termasuk isu lingkungan untuk menghambat kepentingan Indonesia dalam memajukan sektor sawit nasional sebagai sektor andalan perekonomian nasional.


Padahal, kata Lutfi, Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan.


"Uni Eropa telah menggunakan parameter yang tidak ilmiah dalam upayanya menghapus minyak sawit sebagai input produksi biodiesel, dengan mengabaikan fakta bahwa minyak sawit lebih ekonomis, produktif, lebih sedikit memakan lahan, dan membantu peningkatan ekonomi masyarakat dibandingkan minyak nabati manapun," urai mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu.


“Pemerintah akan terus mengawal dan memastikan bahwa langkah yang telah dilakukan Uni Eropa tersebut telah melanggar prinsip-prinsip di WTO dan optimistis Panel Sengketa WTO dapat memberikan putusan yang adil dan kredibel dalam penyelesaian persoalan sengketa ini,” pungkas Mendag Lutfi. 


Penulis : Iksan


Tags

Terkini