bisnis

Sebab Sengketa Lahan, Pertamina Berpotensi Menanggung Klaim Pembayaran Ganti Rugi

Jumat, 13 Maret 2020 | 07:07 WIB
images_berita_Jul16_pertamina-juga


KLIKANGGARAN.Com--Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Makassar adalah unit kilang penerima minyak untuk disalurkan di wilayah kota Makassar dan sekitarnya. Lokasinya berada di Jl. Hatta, Ujung Tanah, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Lahan yang digunakan oleh PT Pertamina (Persero) adalah milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV (Persero) Cabang Makassar dan milik sendiri. Tanah milik Pelindo IV adalah berdasarkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) No. 1 Tahun 1993. Hal tersebut dibuktikan oleh dokumen HPL yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional dhi. Kantor Pertanahan Kota Ujung Pandang pada tanggal 23 Desember 1993. Luas tanah milik Pelindo IV yang dipakai seluas 60.699 m2. Sementara itu, bidang tanah yang dipakai milik Pertamina berdasarkan Sertifikat HGB No. 32/Ujung Tanah tanggal 1 Oktober 1996 adalah seluas 7.478 m2. Jadi, luas TBBM secara keseluruhan adalah 68.177 m2.


Ini Lho Cara Korea Selatan Menangani Corona, Ngak Usah Malu Mencontohnya


Atas pemanfaatan lokasi tanah untuk TBBM Makasar tersebut, Sdr. Ince Baharuddin (IB) mendaftarkan gugatan kepada PT Pertamina (Persero) c.q. Pertamina Unit Pemasaran Dalam Negeri Wilayah VII/ Tergugat II dengan Nomor Perkara 207/Pdt.G/2006/PN,MKS. Gugatan juga ditujukan kepada PT Pelabuhan Indonesia Pusat (Persero) di Jakarta c.q. PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Makassar.


Empat Warga Banten Positif Terjangkit Corona


Permasalahan dimulai saat Ince Koemala meninggal pada tahun 2000 dengan meninggalkan IB, IR dan IRF sebagai ahli warisnya. Salah satu bentuk warisan tersebut berupa persil tanah hak milik adat yang terletak di wilayah kota Makassar, di antaranya persil Nomor 2 d II – Kohir Nomor 57 C.1 tahun 1942 seluas 5,65 Ha. Menurut Surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Makassar tanggal 1 Juni 2006, tanah sengketa adalah seluas 60.669 m2, terletak di Kelurahan Ujung Tanah, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar yang dikenal setempat “Lompok Bara’ Sapia” yang telah dimiliki Ince Koemala sejak tahun 1942.


Menurut pihak ahli waris, bahwa sebelum penyerahan kedaulatan dari Pemerintah Hindia Belanda kepada Pemerintah Republik atau sekira tahun 1947, di atas tanah sengketa tanpa persetujuan penggugat sebagai pemilik yang sah telah dibangun tangki penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh NV Stanvac. NV Stanvac dinasionalisasi menjadi PT Pertamina Unit Pemasaran Wilayah VII Sulawesi dan menguasainya sampai sekarang.


Salah satu poin Putusan Kasasi MA Nomor 2919K/Pdt/2009 adalah menghukum PT Pertamina (Persero) untuk membayar uang ganti rugi atas tanah sengketa kepada para Penggugat sebesar Rp140.000.000.000,00. Putusan tersebut telah inkracht dan dikuatkan dengan Putusan Peninjauan Kembali (PK) No.321 PK/Pdt/2012 tanggal 27 Agustus 2014 yang menolak permohonan PK PT Pertamina (Persero) dan PT Pelindo IV (Persero) terhadap Putusan Kasasi tersebut.


Perjalanan Dinas OPD Pemkab Pulau Taliabu Terindikasi Fiktip Rp6,2 Milyar


Uang ganti rugi sebesar Rp140.000.000.000,00 tersebut didasarkan pada tuntutan pembayaran uang ganti rugi atas tanah sengketa seluas 5,65 Ha dengan dasar harga menurut Nilai Jual Obek Pajak (NJOP) pada saat gugatan diajukan, yaitu sebesar Rp2.508.000,00 per meter persegi. Jumlah uang ganti rugi yang dituntut oleh Penggugat adalah 56.600 m2 x Rp2.508.000,00 = Rp141.702.000.000,00.


Dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan  Nomor:   25/AUDITAMA VII/PDTT/02/2019 Tanggal   :   28 Februari 2019 diketahui bahwa hasil konfirmasi BPK kepada Pelindo IV, langkah hukum yang dilakukan saat ini adalah secara bersama Pertamina meminta Kementerian BUMN untuk melakukan upaya perlawanan (Derden Verzet) yang sementara berlangsung dan sudah sampai Kasasi di MA. Pada pengadilan tingkat pertama dan kedua Kementerian BUMN kalah. Selain itu, upaya PT Pelindo IV (Persero) adalah berkoordinasi dengan BPN Makassar untuk mengajukan upaya hukum PK kedua yang sedang berlangsung yang melibatkan tim JPN dari Kejati Sulawesi Selatan. Salah satu bukti yang diajukan adalah adanya novum berupa dokumen asli yang menyatakan bahwa lokasi tanah tersebut merupakan tanah negara yang didapatkan dari ANRI berupa Staatsblad dan Besluit.


Menurut pihak PT Pelindo IV (Persero), putusan hukum atas kasus tanah TBBM adalah non executable (tidak dapat dieksekusi), karena objek yang ditentukan salah. Objek berdasarkan keputusan tersebut adalah sertifikat HPL No. 1 tahun 1994, dimana objek tersebut bukanlah yang disewakan kepada PT Pertamina (Persero) (HPL No. 1 Tahun 1993). Berdasarkan dokumen copy HPL yang diserahkan kepada BPK, atas HPL No. 1 tahun 1994 bukan merupakan lahan yang sekarang digunakan oleh Pertamina. Tanah HPL tersebut berada di desa Cambaya, Ujung Tanah, Makassar dengan luas tanah tersebut adalah 4,18 Ha.


Soal Jiwasraya, BPK Ungkap Kerugian Negara Rp16,81 Triliun


Keterangan dari Manager Asset Dispute, Resolution & Recovery saat ini Pertamina masih menunggu hasil persidangan yang masih dijalani oleh Kementerian BUMN di tingkat kasasi.


Dalam laporan BPK di atas juga terbaca bahwa berdasarkan Perjanjian Pemanfaatan Sebagian Tanah HPL Pelabuhan Makassar tahun 2007 No. 20/KB.305/4/MS-2007 dan No. 211/F17000/2007-B1 sampai dengan yang terakhir No. 9/HK.301/10/MKS-2016 dan No. 239/F17400/2016-S0 tahun 2016 antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Pelindo IV (Persero), apabila ada tuntutan ganti rugi oleh pihak ketiga atas pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh Pihak Kedua (dhi. PT Pertamina (Persero)), hal tersebut merupakan tanggung jawab Pihak Pertama (PT Pelindo IV (Persero)) sepenuhnya. Dengan demikian, seharusnya PT Pertamina (Persero) terbebas dari gugatan dan tuntutan ganti rugi oleh pihak lain.

Halaman:

Tags

Terkini