JAKARTA, kklikanggaran.com – Kebocoran data pengguna di Facebook bukan hal baru. Pada bulan September lalu, misalnya, ratusan juta nomor yang ditautkan ke akun Facebook ditemukan online dalam sebuah database server tanpa kode sandi yang artinya bisa diakses oleh siapa pun.
Server yang terekspose ini berisi 419 juta data pengguna termasuk dari 133 juta data pengguna Facebook dari Amerika Serikat (AS), 18 juta pengguna dari Inggris, 50 juta pengguna di Vietnam.
Data pengguna Facebook yang terekspose ini ditemukan dan dilaporkan oleh TechCrunch, seperti dikutip Kamis (5-9-2019).
Kebocoran data ini jadi yang terbesar setelah kasus Cambridge Analytica yang menggemparkan. Ketika itu 80 juta lebih profil pengguna Facebook dikumpulkan untuk tujuan kampanye pemilihan presiden AS 2016.
Pada Selasa (5-11-2019), Facebook Inc. mengatakan pihaknya tanpa diketahui memberi akses informasi pengguna pribadi ke pengembang luar yang dibagikan dalam beberapa grup di jejaring sosial utamanya, termasuk nama dan foto profil orang-orang yang menjadi bagian dari grup tersebut.
Dilansir Bloomberg, Facebook mengatakan bahwa selama 18 bulan terakhir beberapa pengembang pihak ketiga yang menggunakan API Grup Facebook dapat melihat pengguna mana yang berbagi posting atau meninggalkan komentar di dalam grup, meskipun mereka tidak seharusnya memiliki tingkat data tersebut.
API merupakan merupakan perangkat lunak yang memungkinkan untuk berbagi informasi antara Facebook dan pengembang. Facebook menyatakan akses ke informasi itu kini telah dihapus atau dibatasi.
Mulai bulan April 2018, Facebook membatasi akses sehingga pihak ketiga hanya bisa melihat teks posting atau komentar dari dalam grup, tetapi bukan nama atau foto orang yang membagikannya.
Perusahaan menemukan dalam ulasan baru-baru ini bahwa informasi tambahan ini juga dibagikan. API ini populer di kalangan pengembang yang membangun program untuk mengelola grup Facebook yang fokus pada topik seperti layanan pelanggan.
Perusahaan yang berbasis di Menlo Park, California, itu mengatakan pihaknya menjangkau 100 pengembang pihak ketiga yang memiliki akses ke data yang seharusnya dibatasi.
Facebook mengatakan dalam sebuah posting blog bahwa mereka tidak melihat adanya bukti penyalahgunaan, tetapi "kami akan meminta mereka untuk menghapus data anggota yang mungkin mereka simpan," ungkap mereka, seperti dikutip Bloomberg.
Seorang juru bicara perusahaan menolak mengatakan berapa banyak pengguna yang terpengaruh.
Jenis API ini juga menjadi pusat skandal data Facebook pada awal 2018, di mana seorang peneliti luar mengumpulkan informasi pribadi dari pengguna Facebook dan menjualnya ke perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica.
Facebook telah berjanji untuk menindak tindakan penyebaran data dan mengumumkan pada bulan September bahwa mereka telah menangguhkan "puluhan ribu" pengembang pihak ketiga yang memiliki akses ke beberapa data Facebook.