Klikanggaran.com, JAKARTA--Bank DKI memberikan fasilitas Kredit Multi Guna (KMG) kepada pegawai/pekerja yang gaji dan penghasilannya tidak dibayarkan melalui Bank DKI. Namun, pemberian fasilitas ini harus dilakukan dengan pengikatan kerja sama antara Bank DKI dengan instansi terkait.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan atas Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Bank DKI dhi. Kantor Cabang Pembantu (KCP) Samsat dengan Institusi yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman No.10/MoU/Dir/2007 tanggal 19 Juni 2007 dan Akta Notaris YA No 6 Tanggal 5 September 2007. PKS tersebut diberikan untuk fasilitas Kredit Multiguna (KMG) dan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) kepada anggota 39 satker PMJ.
Terkait dengan PKS tersebut, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Pengelolaan Kredit pada PT Bank DKI dan Instansi Terkait Lainnya Tahun 2016 dan Semester I Tahun 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan beberapa temuannya.
Temuan pertama BPK adalah verifikasi penghasilan debitur belum sepenuhnya memadai. Dalam pemeriksaannya, verifikasi penghasilan nasabah, baik yang bersumber dari gaji maupun tunjangan kinerja, belum sepenuhnya dilakukan secara memadai, karena informasi yang diperhitungkan hanya dari penghasilan bulan terakhir pada saat pengajuan proses kredit. Dampak secara langsungnya adalah perhitungan DSR menjadi tidak tepat karena menggunakan informasi yang tidak akurat.
Temuan selanjutnya adalah . Klausal dalam PKS terkait bentuk bantuan Pihak Kedua dhi. Kabidkeu Institusi dalam rangka penyelesaian fasilitas kredit belum diatur secara spesifik. Pemeriksaan uji petik pada bundel kredit debitur a.n. Koh tidak ditemukan dokumen Surat Keputusan (SK) mutasi debitur dan sampai dengan 14 September 2017, Analis tidak memperoleh dokumen tersebut. Pemeriksaan lebih lanjut atas PKS memuat klausal bahwa dalam hal debitur ingkar janji atau dipindahtugaskan (dimutasi), maka Pihak Kedua dhi. Bidang Keuangan institusi akan membantu Pihak Pertama dhi. Bank DKI KCP Samsat dalam penyelesaian sisa kredit. Namun PKS tidak mengatur lebih lanjut bentuk bantuan yang harus dilakukan oleh Pihak Kedua dalam penyelesaian kredit.
Kemudian, BPK berpendapat bahwa Tujuan Kredit KMG Multi Tafsir. Hasil pemeriksaan uji petik atas Perjanjian Kredit (PK) pada debitur a.n. Koh No. 014/PK-KMG/SMS/I/2016 tanggal 11 Januari 2016 menunjukkan tujuan kredit yang dicantumkan dalam PK tersebut adalah untuk “keperluan lain- lain dan tidak boleh digunakan untuk keperluan lain-lain”. Hal ini menimbulkan ambigu (misleading) informasi atas tujuan kredit, karena menunjukkan dua hal yang saling bertolak belakang.
Selanjutnya, temuan lainnya adalah klaim asuransi kredit belum diajukan. Dua PKS antara Bank DKI dengan PT ABA yaitu PKS No 69/PKS/DIR/VII/2013 tanggal 6 Juli 2013 dan PKS No. 30/PKS/DIR/XI/2015 tanggal 19 November 2015 menunjukkan bahwa klaim asuransi kredit telah dapat diajukan pada saat kolektibilitas kredit bernilai “4”. Dengan hal ini, KCP Samsat Polda seharusnya sudah bisa mengajukan klaim asuransi pada saat kolektibilitas 4.
Terakhir, BPK menilai bahwa pemantauan kredit belum optimal dan terdapat 42 Fasilitas KMG belum diserahkan ke Grup Pengelola Aset Khusus (GPA). Dalam pemeriksaan lebih lanjut, diketahui bahwa sampai dengan per 30 Juni 2017, atas 45 fasilitas kredit debitur (termasuk debitur a.n.Ko) yang NPL (kolektibilitas 3, 4, dan 5) tersebut penanganan masih dilakukan oleh KCP Samsat Polda dan belum diserahkan ke GPAK. Dari 45 fasilitas kredit tersebut, di antaranya terdapat 42 fasilitas KMG yang memiliki kolektibilitas 4 (Diragukan) dan 5 (Macet). Kondisi tersebut belum sesuai dengan Buku Pedoman Perusahan Perkreditan (BPP) terkait KMG yang mengatur bahwa untuk kredit yang memiliki kolektibilitas 4 maka penanganan pembiayaan diserahkan kepada Unit Kerja Kantor Pusat yang menangani kredit bermasalah.
Terkait temuannya tersebut, BPK mengatakan bahwa Bank DKI berpotensi mengalami kerugian atas kredit yang belum tertagih s.d 30 Juni 2017 dengan baki debet sebesar Rp3.851.617.719,00.
Lantas, BPK merekomendasikan beberapa hal kepada Direksi Bank DKI, misalnya, agar (1) memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Analis KMG terkait supaya memedomani prinsip kehati-hatian bank dalam menganalisis dan mengusulkan permohonan kredit, serta pemantauan kredit; dan (2) memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Kelompok Pemutus Kredit (Wakil Pimpinan dan PJ Pimpinan) KMG terkait supaya memedomani prinsip kehati-hatian bank dalam memberikan persetujuan kredit.
[EDITOR; emka]