bisnis

Pakai Konsultan Bisnis, Teh Celup PT PN VIII Tetap Anjlok di Pasar!

Rabu, 28 Agustus 2019 | 14:04 WIB
pt pn VIII


Jakarta, Klikanggaran.com (28-08-2019) -- Industri komoditas teh dunia telah mengalami over supply sejak tahun 2008, mengakibatkan turunnya harga jual di pasar global. Di lain pihak, kenaikan biaya produksi tidak dapat dihindari sehingga menyebabkan kinerja keuangan teh sebagai komoditas utama PT PN VIII mencatatkan rugi usaha sebesar Rp23.458,48 juta pada Tahun 2013.


Sejak tahun 2003 PT PN VIII telah melakukan diversifikasi usaha ke industri hilir teh (IH Teh) dengan memasarkan produk berupa teh celup dan teh seduh merek Walini, Goalpara, dan Gunung Mas. Dalam perkembangannya, IH Teh belum dapat berkontribusi positif bagi perusahaan dengan selalu mencatatkan rugi dalam 5 tahun terakhir sejak 2009 s.d. 2013.


Untuk memperbaiki kinerja IH Teh, PTPN VIII mengambil langkah strategis berupa peningkatan pasar lokal dengan menguatkan posisi IH Teh melalui kerja sama dengan konsultan ritel dan tenaga marketing profesional yang berpengalaman. Melalui skema ini perusahaan mengharapkan dalam jangka panjang sebagian besar produk komoditas teh terserap oleh IH Teh sehingga kinerja keuangan komoditas teh dapat membaik tanpa terpengaruh oleh rendahnya harga jual di pasar global.


Setelah melalui proses pengadaan, pada bulan Januari 2014 PTPN VIII menunjuk konsultan Global  Research Indonesia Connect (GRICE) untuk  menyusun rencana strategis, rencana bisnis dan rencana kegiatan  2014 yang akan dijadikan sebagai acuan kerja dan  kinerja unit IH Teh, GRICE kemudian menyusun laporan lengkap pengembangan IH Teh yang disusun berdasarkan data dari Asian Development Bank, Bloomberg,  Departemen Perdagangan, Mintel Global Market Navigator, Nielsen, Taylor Nelsen Sores Global, Marketeers, International Trade Center (ITC), Tom & Probe, dan laporan manajemen PTPN VIII.


Laporan pengembangan IH Teh tersebut disampaikan kepada PTPN VIII pada tanggal 27 Februari 2014, dalam laporan tersebut GRICE menyimpulkan bahwa pasar teh kemasan bermerek (celup dan seduh)  lebih menjanjikan dalam hal nilai, jumlah dan pertumbuhan dibandingkan komoditas teh.


Untuk memenangkan persaingan dalam pasar teh kemasan bermerek yang saat itu didominasi oleh Sosro (PT Gunung Slamat) dan Sariwangi (PT. Unilever Indonesia, Tbk), GRICE menyarankan PTPN VIII perlu melakukan langkah- strategis, antara lain membangun merek Walini sebagai teh untuk kesehatan, membangun jaringan distribusi nasional yang unggul, membangun supply chain management bertaraf dunia, membangun proses bisnis kelas dunia, dan merombak organisasi IH Teh menjadi perusahaan berkarakteristik Fast Moving Consumer Goods (FMCG) secara t epat.


Berdasarkan kajian teknis atas laporan pengembangan IH Teh dari GRICE,  PTPN VIII kemudian menyusun Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJP) tahun 2014 s.d. 2018 dengan menargetkan produksi tahun 2015 meningkat 250% dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2014 yaitu sebesar  8.061,54 Ton dari sebelumnya 2.302,86 Ton dan meningkat 247,54% dari realisasi 2014 sebesar 2.319,58 Ton sehingga diharapkan dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp326.824,72 juta  pada tahun 2015.


Pada tahun 2013, total kapasitas produksi teh celup mencapai 295,58 ton per tahun (3 shift) dengan utilisasi mesin bervariasi antara 30% dan 35% untuk jenis mesin dual chamber serta 50% untuk jenis mesin single chamber, menyesuaikan umur mesin dan kemampuan tenaga manual karena belum seluruhnya terotomatisasi. Sedangkan teh seduh masih diproduksi secara manual dengan realisasi produksi tertinggi tahun 2009 sebesar 2.213,92 ton. Untuk mencapai target produksi 8.061,54 ton pada tahun 2015, IH Teh merencanakan untuk melaksanakan investasi total sebesar  Rp90.637,48 juta yang meliputi sistem/enterprise resources program (ERP),bangunan, mesin dan perlengkapan serta inventaris kecil lainnya.


Sesuai arahan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bahwa setiap investasi harus didukung oleh perencanaan yang memadai yaitu disertai kajian kelayakan, maka setelah melalui  proses pengadaan PTPN VIII menunjuk PT Provalindo Nusa (PN) untuk menyusun Feasibility Study (FS)/studi kelayakan investasi nontanaman IH Teh tahun 2015. Berdasarkan asumsi dan analisa keuangan yang digunakan, PN menyampaikan laporan final pada tanggal 25 Februari 2015 kepada PTPN VIII dengan kesimpulan bahwa pengembangan IH Teh layak untuk direalisasikan dan menguntungkan.


Gambaran singkat atas industri teh dalam kemasan di Indonesia yang disampaikan dalam laporan pengembangan IH  Teh, GRICE menjelaskan  bahwa dari dua survey yang dilakukan oleh majalah marketeers dan GRICE, Sariwangi dan Sosro merupakan merek terkuat di kategori teh celup. Oleh karena itu, untuk kepentingan analisa persaingan  dalam proposal strategi, kedua merek tersebut diambil sebagai merek pesaing yang dijadikan referensi. Karena Unilever memiliki dua merek teh celup, yaitu Sariwangi dan Lipton, maka Lipton juga dijadikan referensi untuk mendapatkan gambaran strategi portofolio  merek.


Strategi pengembangan yang dilakukan oleh Sariwangi antara lain mengambil celah pasar teh seduh, membuat kualitas dan rasa produk menjadi tidak penting dengan memanfaatkan pendekatan emosional, kebijakan iklan secara gencar (diperkirakan Rp 55,7 miliar tahun 2012 dan 76,2 Miliar s.d. November 2013), jaringan distribusi yang kuat dan kemasan aspiratif yang didominasi warna biru. Kemudian, strategi pengembangan yang dilakukan oleh Sosro, antara  lain memanfaatkan cita rasa Teh Botol Sosro yang kuat di masyarakat, kebijakan harga rendah untuk menjaring celah pasar teh seduh dan distribusi yang luas. Sedangkan strategi pengembangan Lipton antara lain menetapkan kebijakan harga premium, memperkenalkan teh sejak remaja, distribusi yang kuat dan kemasan premium.


Berdasarkan analisa SWOT dengan 3 merek pesaing tersebut serta kajian internal atas faktor penentu keberhasilan, GRICE menyarankan agar dalam pemasaran Walini, IH Teh menerapkan strategi mengapit  (flanking  strategy) merek  Sariwangi dengan tekanan pasokan, mengambil celah konversi kebutuhan rumah tangga, kebijakan harga premium yang ditunjang oleh kualitas dan kemasan yang lebih baik, kombinasi antara area distribusi tertentu, saluran, dan skema insentif, serta brand positioning yang tegas.


Namun demikian, strategi ini menjadi tidak jelas karena GRICE tidak menyajikan data pangsa pasar Sariwangi per area distribusi sehingga tidak dapat diketahui pada area distribusi mana saja yang memiliki kinerja baik dan mana yang buruk. Dengan demikian, tidak dapat ditentukan secara pasti apakah Walini akan masuk pada area distribusi Sariwangi  dengan kinerja baik saja atau yang buruk saja, dan lebih jauh tidak diketahui dasar penerapan strategi promosi yang tepat dan efektif berdasarkan area. Selain itu, dengan tidak adanya data pangsa pasar Sariwangi per area distribusi, maka tidak dapat ditentukan juga berapa target pangsa pasar Sariwangi yang akan diambil alih oleh Walini.


Strategi pemasaran dengan cara demikian, yaitu masuk ke seluruh area distribusi Sariwangi dengan menawarkan lebih banyak produk/tekanan pasokan bukanlah strategi mengapit (flanking strategy) melainkan strategi mengepung (encirclement strategy), dan secara teoritis strategi ini  hanya akan berhasil apabila IH Teh memiliki sumber daya yang lebih dan kecepatan dalam memenangkan persaingan. Namun, dalam kenyataannya, IH Teh memiliki sumber daya, kemampuan serta pengalaman di bawah PT Unilever dalam industri FMCG.

Halaman:

Tags

Terkini