Soal Agama Musuh Pancasila, Dosen UIN Banten: Kepala BPIP itu Mencerdaskan

photo author
- Jumat, 14 Februari 2020 | 23:14 WIB
PicsArt_02-14-11.13.40
PicsArt_02-14-11.13.40

Banten,Klikanggaran.com - Munculnya berita tentang pernyataan Kepala BPIP terkait hubungan Pancasila dan agama menuai banyak respon yang beragam di masyarakat. Sebagian ada yang langsung terlihat reaksioner menghujat kepala BPIP. Namun, sebagian yang lain ada yang kritis, yaitu tidak langsung reaktif, kelompok masyarakat yang terakhir ini, selain sudah paham dengan Kepala BPIP yang merupakan rektor UIN Yogyakarta dan diketahui telah mendirikan thoriqoh Sunan Anmbiya, Kepala BPIP juga seorang santri tulen.

Oleh karena itu, pemberitaan terkait pernyataan bahwa Kepala BPIP yang terkesan menghina agama karena dikatakan agama 'musuh' Pancasila sangat kontradiktif dan sangat menjauh dari konteks yang dikehendaki oleh kepala BPIP. Hal tersebut disampaikan oleh Dosen UIN SMH Banten, Dr. Ali Muhtarom.

BACA JUGA: Nyali Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, Siapa Berani Mengujinya?

Menurut Ali yang juga mantan aktivis, bahwa pemberitaan tersebut kehilangan konteksnya karena telah dipotong dan dipilih narasinya yang sensitif.

"Sejak berita tentang pernyataan Kepala BPIP yang dinaikkan oleh detik.com pada hari Rabu, 12 Februari 2020 kemarin saya langsung membacanya. Pada saat yang sama, saya berpikir, pasti ini akan ramai dan akan digoreng, terutama oleh sebagian masyarakat yang punya kepentingan tertentu," ujar Ali, melalui keterangan persnya, Jumat (14-2).

-
KPU Kabupaten Musi Rawas

Ali juga meyakini, sebenarnya yang disampaikan oleh Kepala BPIP terkait penjelasan mengenai hubungan agama dan Pancasila tidak dimaksudkan sebagai dualisme pemahaman, yaitu untuk menuduh agama sebagai musuh Pancasila atau dimaknai sebaliknya Pancasila sebagi musuh agama.

BACA JUGA: Kepala BPIP: Kepada Orang Islam, Mulai Bergeser Dari Kitab Suci ke Konstitusi

"Jika dilihat dari narasi yang disampaikan secara utuh adalah kewaspadaan terhadap munculnya ideologi baru dari pemahaman keagamaan tertentu yang  ingin menggerus Pancasila sebagi dasar negara. Poin narasi yang tidak utuh inilah persoalannya, sedangkan banyak yang entah sengaja atau tidak begitu rumit menyikapinya," tegasnya.

Pada saat yang sama, kata Ali, karena media terlalu bombastis, di mana orientasi pemberitaannya tidak menjaga psikologis masyarakat, maka yang menanggung beban dihujat adalah narasumber.

"Coba kalau disimak secara utuh dan hati yang jernih, narasi yang disampaikan Kepala BPIP tidak ada unsur menghina agama, namun karena pemberitaannya telah direduksi, apalagi dengan judul yang sengaja dibikin provokatif, akhirnya jadi heboh luar biasa," tutr Ali.

Lebih lanjut, Ali menjelaskan bahwa media, terutama online yang memiliki kekuatan tersebar paling cepat harus juga memikirkan dampak psikologis masyarakat dengan memunculkan berita yang segar dan mencerahkan, yaitu menjelaskan substansi yang sebenarnya bukan didorong oleh motif kuantitas rating semata. Hal ini penting karena saat ini kebanyakan masyarakat cenderung lebih mempercayai media daripada menggali maksud sumber berita.

BACA JUGA: Fasilitas Kredit yang Diberikan BNI kepada Perum BULOG Berisiko Tinggi

"Jika media, terutama online kurang memperdulikan maksud yang sebenarnya atau substansi dari sumber utama berita atau narasumber, yang menjadi korban adalah sumber berita atau narasumber itu sendiri," tutur Ali.

Hal ini yang dimaksud Ali sebagai ketidakadilan pada sumber asli, ketika pemberitaan dipotong tidak utuh sebagaimana substansi yang dikehendaki oleh sumber asli berita.

Ali melihat bahwa konteks pemberitaan tentang Kepala BPIP, yang seandainya tidak ditulis oleh media, terutama detik.com yang pertama kali menaikkan beritanya, mungkin tidak seperti yang terjadi saat ini. Ada hal lain dari rejectionis respon yang begitu reaksioner tersebut yang menurut saya penting dicermati, yaitu narasi rumit yang mengandung kepentingan politik.

Selanjutnya, Ali Muhtarom juga menekankan kepada kelompok masyarakat yang konsisten dengan identitas kebangsaannya supaya tidak kendor dalam menyuarakan substansi kebenaran, meskipun akan dibully oleh yang tidak memahami.

"Saya justru tertarik untuk menunggu kelompok atau individu lain yang berani dan tidak takut untuk dibully dalam mengungkapkan pernyataan yang substantif, terutama dalam kaitannya dengan jihad membumikan penguatan ideologi Pancasila untuk NKRI," pungkasnya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

X