Jakarta,Klikanggaran.com - Kabar gembira Nadiem Anwar Makarim dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) justru mendapat cibiran mengusik telinga. Pasalnya,angin segar yang terendus tak luput membawa isu miring atas jabatan yang diembannya setelah diketahui dirinya juga menjadi Komisaris Utama perusahaan,sehingga polemik rangkap jabatan membayang-bayangi dirinya.
Untuk diketahui, jika di PT Aplikasi Karya Anak Bangsa—badan hukum yang menaungi Gojek, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim cuma menjadi pemegang saham, di PT Dompet Karya Anak Bangsa—badan hukum yang menaungi aplikasi pembayaran GoPay, Nadiem malah menjabat Komisaris Utama (pengurus perusahaan) sekaligus pemegang saham.
Hal itu bisa ditilik dalam akta PT Dompet Karya Anak Bangsa berdasarkan perubahan terakhir 13 September 2019. Kedudukan perusahaan di Gd. Pasaraya Blok M Gedung B Lantai 6 & 7, Jl.Iskandarsyah II No.2 Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Perusahaan ini berjenis Penanaman Modal Asing (PMA).
Modal disetor perusahaan itu Rp8 triliun lebih (Rp8.738.188.000.000). Pemegang saham hanya ada dua,yakni :
PT Aplikasi Karya Anak Bangsa sebanyak 8.738.1178 lembar senilai Rp8.738.178.000.000 dan Nadiem Anwar Makarim sendiri sebanyak 10 lembar senilai Rp10.000.000.
Menanggapi hal tersebut,jelas sekali mendapat cibiran banyak pihak, tak terkecuali mendapat semprotan langsung dari ahli hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Muchamad Ali Safa`at, yang menilai Nadiem Makarim melabrak Undang Undang Kementrian Negara.
"Pengurus perusahaan itu direksi dan komisaris. Seharusnya ia mundur (sebagai komisaris)," Ujar Muchamad Ali Safa`at, pada Wartawan. Rabu,(23/10).
Pasalnya,berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. (1) Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Lanjut dikatakan Ali, jika menguasai atau memiliki perusahaan bagi seorang menteri tidak ada larangan dan tidak pula melanggar etika. Dalam aturannya yang tidak boleh adalah menjadi pengurus perusahaan.
"Namun agar menghindari konflik kepentingan (conflict of interest) sebaiknya menteri yang memiliki saham sebaiknya diumumkan saja kepemilikan saham dimana saja, baik di perusahaan dalam negeri maupun luar negeri." Tandasnya.