Jakarta, Klikanggaran.com - Kinerja KPK patut dipertanyakan, karena laporan dugaan penyimpangan beberapa pembangunan rumah susun santri di berbagai pesantren di Aceh untuk tahun anggaran 2016 oleh Direktorat Jendral Perumahan dan Pemukiman Kementerian PUPR bermasalah sampai saat ini. Direktorat Jenderal saat itu masih di bawah kendali Ir Syarif Burhanudin. Demikian disampaikan oleh Yusri Usman, Direktur Eksekutif CERI, dari Medan, 8 September 2019
Rusun pesantren yang bermasalah pembangunannya seperti dimaksud Yusri adalah Pondok Pesantren Al Madinatuddiniya Babusalam Peudada di Bireun, Ponpes Dayah Bustanul Huda di Julok, dan STAIN Malikul Saleh di Loksumawe.
Sebelumnya, tepatnya pada 28 Mei 2018, semua temuan lengkap hasil investigasi di obyek dan di semua lokasi pesantren itu oleh lembaga CERI secara resmi telah dilaporkan ke KPK. Tapi anehnya menurut Yusri, sampai dengan saat ini belum ada tindakan apapun terhadap oknum oknum yang diduga terlibat.
“Tak disangka-sangka, malah salah satu bekas pejabat daerah di Satker SNVT Aceh yang diduga terlibat dalam proses pembangunan rusun pesantren di Aceh ini sudah dihukum dalam kasus lain, yaitu korupsi proyek SPAM. Yang bersnagkutan kena OTT KPK pada 29 Desember tahun 2018, karena saat kena OTT KPK itu dia sudah menjabat sebagai Kasatker SPAM darurat di Propinsi Lampung,” tutur Yusri pada Klikanggaran.com.
Yusri mengungkapkan, semua kerusakan atau dugaan ketidaksesuai pelaksanaan pekerjaan oleh KSO (Kerja Sama Operasi) PT Danapati Mulia dengan PT Kana Harapan Jaya saat itu telah lengkap bukti-buktinya dan diserahkan kepada KPK.
“Dan, pada peninjauan ulang kami terkahir pada bulan Juni dan Juli 2019 semua kerusakan atau ketidaksesuaian penyelesian pekerjaan bestek yang tertera dalam kontrak belum juga diperbaiki, sehingga kondisinya semakin memprihatinkan dan tak layak ditempati,” katanya.
“Alangkah ruginya negara akibat perbuatan oknum-oknum ini. Salah satu hal yang paling fatal adalah tidak ada suplai air terhadap rusun itu, sehingga hampir semua kamar mandi dan wc tidak dapat digunakan. Maka dapat dibayangkan betapa jorok dan berselemak kotoran manusia di sekitar wc dan semua santrinya harus jalan jauh untuk mandi dan buang air besar dan kecil,” sesal Yusri.
“Asal tahu saja, sebelumnya pada sekitar bulan April 2018 semua temuan ini sudah kami laporkan juga langsung kepada Inspektorat Jenderal PUPR sdr Rildhoi Anwar, tetapi anehnya bukan ditindaklanjuti laporan kami, malah kami disuruh menghubungi Direktorat Jenderal Perumahan Rakyat,” ujar Yusri.
“Dugaan laporan penyimpangan kami ke KPK ini semakin kuat dan benar setelah beredar undangan lelang LPSE tertanggal 11 Juli 2019 (lpse.go.id nomor tender 54551064) untuk pekerjaan renovasi 2 pondok pesantren tersebut di atas dan rusun STAIN Malikul Saleh dengan anggaran sekitar Rp 1,9 miliar. Akan tetapi, hasil peninjauan kami terakhir bulan Juli 2019 dengan melihat dari kerusakan yang ada akibat dulu tidak seacra benar dikerjakan oleh kontraktor yang kredibel, malah diperjualbelikan kepada kontraktor yang tidak punya pengalaman dan tidak punya modal alias mengharap uang muka kerja. Perkiraan kami, butuh anggaran sekitar Rp 9 miliar untuk memulihkan ke 3 obyek rusun tersebut,” pungkas Yusri.
Maka Yusri menegaskan, KPK diharapkan tidak tebang pilih atau masuk angin terhadap dugaan perampokan keuangan negara di Kementerian PUPR ini, karena sejak 3 tahun ini ada tokoh berinisial C yang diduga merajai semua proyek pembangunan rusun di seluruh Indonesia dan ditemui banyak bermasalah.