eSPeKaPe Desak Pertamina Buka Kasus Blok BMG Secara Transparan

photo author
- Jumat, 2 Agustus 2019 | 21:35 WIB
Buka Kasus BMG
Buka Kasus BMG


Jakarta, Klikanggaran.com (02-08-2019) - Ketua Umum Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe), Binsar Effendi Hutabarat, didampingi pendirinya, Teddy Syamsuri, dan Sekretaris Yasri Pasha Hanafiah, segera mengirimkan rilis kepada pers pada hari Jumat (2/8/2019), setelah adanya pengakuan eks Manager Merger & Acquisition saat akuisisi participating interest (PI) lapangan lepas pantai Blok Basker, Manta, and Gummy (BMG) milik ROC Oil Limited di Victoria, Australia.


Pengakuan Bayu Kristanto yang manager tersebut, dan telah ditayangkan oleh sebuah media online pada 30 Juli 2019 lalu, tutur Binsar Effendi yang juga Ketua Komunitas Keluarga Besar Angkatan 1966 (KKB '66) dan Ketua Dewan Penasehat Mabes Laskar Merah Putih (LMP), adalah juga sebagai Tim Kerja dalam pelaksanaan PT Pertamina (Persero) mengakuisisi Blok BMG tersebut.


Binsar memaparkan, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009 Pertamina resmi menguasai 10 persen Blok BMG yang proses transaksinya selesai pada 18 Agustus 2009. Setelah anak usaha Pertamina, PT Pertamina Hulu Energy (PHE), pada 1 Mei 2009 menandatangani perjanjian jual beli dengan ROC Oil Ltd dan bermodalkan Rp 568 milyar dengan asumsi mendapatkan bagian produksi 812 barel per hari (bph).


Dari sisi ini, kata Binsar, di tengah lifting minyak dan gas bumi (migas) kita masih kurang banyak untuk memenuhi kebutuhan migas dalam negeri sekitar 1,2 juta bph. Maka bisnis hulu migas yang penuh resiko membutuhkan keberanian untuk mengambil keputusan, seperti mengakuisisi blok migas di luar negeri.


"Bagaimanapun bisnis hulu migas sarat dengan high cost, high technology, high human interest, dan high risk, sehingga investasi korporasi di bisnis hulu jika terjadi kegagalan, bukanlah merupakan kerugian keuangan negara. Apalagi berdasarkan undang-undang badan usaha milik negara (BUMN), keuangan BUMN terpisah dari keuangan negara," ujar Ketua Umum eSPeKaPe.


Merujuk pada pengakuan Bayu Kristanto, lanjut Binsar Effendi, disebutkan meskipun terhitung 1 Januari 2009 Pertamina resmi menguasai 10 persen Blok BMG, Pertamina melalui Direktur Utama (Dirut) Karen Agustiawan, melakukan akuisisi di blok tersebut baru pada 27 Mei 2009 dan mendapatkan Memorandum dari Komisaris Pertamina, H Bostha dan Umar Said, pada 23 Juni 2009 mengenai prioritas divestasi.


Semula, PHE, anak usaha Pertamina selaku pengelola Blok BMG, semua biaya akuisisi dibebankan dalam laporan keuangan konsolidasi laba rugi PHE tahun 2009. Namun, dalam perkembangannya, sesuai pengakuan Bayu Kristanto, laporan keuangan PHE tahun 2010, 2011, 2012, PI di Blok BMG Itu sudah tidak ada lagi.


Dilaporkan oleh keuangan PHE tahun 2009, disebutkan investasi di Blok BMG karena diduga rugi telah PHE hapus.


"Hanya dalam hitungan bulan, dalam laporan keuangan PHE tahun 2010 dinyatakan dalam pengakuan Bayu Kristanto, sudah tidak ada investasi Pertamina di Blok BMG. Intinya, investasi Pertamina diduga dihapus oleh PHE, sebagai anak usahanya. Ini sangat sangat janggal sekali," kata Binsar Effendi, merasa geram juga.


"Kerugian justru diduga akibat penghapusan PI di Blok BMG itu oleh Management PHE tahun 2009. Bayu Kristanto mengakui jika sebagai sebuah investasi yang merupakan kerugian adalah sesuatu yang bisa terjadi di bisnis hulu migas. Dengan demikian, kasus Blok BMG yang telah menyeret Dirut Pertamina, Karen Agustiawan saat itu, wajib bagi aparatur penegak hukum dalam hal ini pihak Kejaksaan Agung untuk meninjau kembali secara terbuka," lanjut Ketua Umum eSPeKaPe, seraya mendesak Pertamina membuka kasus Blok BMG secara transparan.


"Jangan ada intimidasi yang harus dilakukan di era Presiden Jokowi ini. Pengakuan Bayu Kristanto sudah jelas, dia bahkan istrinya pernah diintimidasi soal kasus Blok BMG yang mengorbankan Karen Agustiawan yang orang baik itu," tutur Binsar Effendi Hutabarat.


Dalam perkembangannya sekarang ini, didapat informasi jika nilai Blok BMG saat ini sekitar 8 kali lipat dari saat Pertamina akuisisi tahun 2009.


"Blok BMG di lapangan lepas pantai Victoria Australia itu yang milik ROC Oil Limited, sekarang ini 100 persen dimiliki Cooper Energy dan menjadi operator tunggal di Blok BMG tersebut. Mohon Presiden Jokowi perintahkan Menteri BUMN, Rini Soemarno, untuk Pertamina membuka secara transparan kasus Blok BMG, agar virusnya tidak terus menyandera kinerja Pertamina," pungkas Ketua Umum eSPeKaPe, Binsar Effendi, sambil berharap, karena hukum yang diduga ditutup-tutupi, sebaiknya mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan dibebaskan agar tidak menorehkan preseden buruk terhadap penegakan hukum di era Presiden Jokowi saat ini.


Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X