Jakarta, Klikanggaran.com (17-01-2019) - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, bisa dibilang sebagai pemegang tahta pengganti kekuasaan negara setelah Presiden. Saat ini dia dinilai lemah dalam memunculkan terobosan. Dalam hal ini mengatur setiap daerah dari sabang sampai merauke. Ini terbukti dari banyaknya kepala daerah yang tertangkap KPK. Ditambah dengan munculnya nama Mendagri dalam kasus korupsi perizinan Meikarta.
Kinerja Mendagri dalam tata kelola administrasi kenegaraan dalam negeri yang dinilai minim, menimbulkan masalah dalam negeri. Akibatnya, kepala daerah jadi tidak memiliki batasan-batasan yang tegas. Sehingga kepala-kepala daerah dapat leluasa melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum.
Hal ini ditanggapi oleh Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (ALASKA), Adri Zulpianto. Menurutnya, ketegasan Menteri Dalam Negeri diperlukan untuk membuat komitmen membuka seluruh informasi. Antara lain tentang kebijakan dan pengelolaan anggaran.
“Mendagri minim terobosan. Kita dapat melihat dari segi peraturan yang dibuat oleh Tjahjo Kumolo selaku Menteri. Terutama terkait keterbukaan informasi dan transparansi soal pengelolaan kebijakan dan keuangan daerah hingga ke tingkat desa,” terang Adri.
Menurut Alaska, transparansi dan keterbukaan informasi hingga ke tingkat daerah hilang. Hal itu dikarenakan lemahnya sistem kendali yang dipegang penuh oleh Kemendagri.
“Kendali Kemendagri yang hilang hingga ke tingkat desa, merupakan salah satu masalah yang krusial. Mengingat hingga saat ini, desa mendapatkan anggaran yang besar dari pemerintah pusat,” ujar Adri.
Mendagri Minim Integritas
Adri menambahkan, Menteri Dalam Negeri seperti menyibukkan diri hanya pada batasan-batasan wilayah saja. Tapi, tidak mengatur persoalan integritas kinerja kepemerintahan.
“Peraturan Menteri yang dihasilkan oleh Kemendagri mayoritas terkait soal batas-batas wilayah. Tapi, sepertinya sangat minim peraturan terkait integritas tata kelola keuangan dan tata ruang maupun tata kota di dalam negeri,” jelas Adri.
Adri mengungkapkan, batas wilayah memang satu hal yang penting. Tapi, batas kinerja tentang kebijakan tata ruang dan tata kota pun lebih penting. Karena di dalamnya menyangkut soal pendapatan daerah.
“Adanya penambahan ruang, seperti pembangunan properti maupun industri. Ini menyangkut soal pendapatan di daerah, ketika hal ini tidak diatur. Maka akan banyak peluang korupsi di dalamnya,” imbuh Adri.
Adri menyatakan, tidak diaturnya soal tata ruang dan tata kota di setiap daerah kemudian menjadi jebakan pula bagi Menteri Dalam Negeri.
“Lihat saja bagaimana nama Menteri Dalam Negeri terseret dalam persoalan perizinan pembangunan Meikarta. Ini bukti bahwa peraturan terkait tata ruang dan tata kota juga penting selain pembatasan wilayah-wilayah daerah,” kata Adri.
“Maka dari itu, minimnya ketegasan soal keterbukaan informasi terhadap masyarakat. Juga soal tata ruang dan tata kota, menjadi penting untuk dievaluasi. Agar tercipta kesinambungan pengawasan terhadap pembangunan dan pengelolaan pendapatan keuangan daerah,” tutup Adri.
Baca juga : Kepala Daerah Banyak Kena OTT, Kinerja Mendagri Dipertanyakan