Jakarta, Klikanggaran.com (17-04-2018) - Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, presentase penduduk miskin September 2017 mencapai 10,12 persen. Dimana pada bulan September 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen). Berkurang sebesar 1,19 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2017 yang sebesar 27,77 juta orang (10,64 persen).
Namun, persentase BPS dalam mengukur kemiskinan sangatlah tidak mencerminkan keadaan, sebagaimana yang disampaikan oleh Pengamat Ekonomi AEPI, Salamuddin Daeng, dalam rilis yang beredar pada Selasa (17/04/2018).
Menurutnya, ada tujuh kesalahan fatal BPS dalam mengukur kemiskinan di Indonesia, di antaranya :
1. Pendekatan pengeluaran adalah pendekatan yang bersifat makro, tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Sementara kemiskian terjadi pada level micro, rumah tangga dan perorangan.
2. Semakin besar pengeluran semakin kaya seseorang. Ini jelas fatal! Cara semacam ini jelas Kejam. Karena semakin banyak ekonomi menguras uang masyarakat, maka akan terlihat masyarakat makin kaya.
3. Jika terjadi wabah dan penyakit, maka secara otomatis pengeluran masyarakat makin bertambah. Jadi semakin penuh rumah sakit maka kemiskinan makin berkurang.
4. Kalau pemerintah terus menaikkan harga kebutuhan publik seperti transportasi, listrik, dan BBM, maka kemiskinan akan tampak berkurang. Padahal faktanya rakyat makin menderita karena terpaksa membayar lebih mahal.
5. Pendekatan besarnya pengeluaran sama sekali tidak memperhitungkan sumber dana masyarakat. Apakah dari menjual aset dan harta benda mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jadi semakin banyak harta benda rakyat yang hilang untuk membiayai kebutuhan hidup, maka kemiskinan berkurang. Ini jelas manipulatif.
6. Semakin banyak beban hutang masyarakat dalam membiayai kebutuhan sehari-hari tidak dapat diartikulasi oleh cara BPS menghitung kemiskinan. Ini sama dengan semakin banyak hutang masyarakat maka mereka tidak akan miskin. Ini jelas menjerumuskan masyarakat dalam jebakan utang kartu kredit atau rentenir.
7. Semakin tinggi pajak dan pungutan lain oleh pemerintah yang bersifat memaksa, maka pengeluaran masyarakat pasti bertambah. Jadi kemiskinan akan berkurang kalau pemerintah semakin dalam menjalankan strategi kolonial dengan memeras pajak.
"Jadi sistem yang pemerintah anut ini adalah tragedi kemanusian," sindir Daeng.