Pemerhati Hukum: Freeport Lebih Seperti Imperialis

photo author
- Senin, 27 Februari 2017 | 02:00 WIB
images_berita_Jan17_TIM-Freeport1
images_berita_Jan17_TIM-Freeport1

Jakarta, Klikanggaran.com (27/2/2017) - Polemik perpanjangan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia kembali mewarnai kehidupan ketatanegaraan kita.

Bangsa ini sedang dalam proses pemulihan pascatsunami politik dengan label kerukunan beragama dan kebhinnekaan. Saya melihat kisruh dan carut marut ini syarat muatan kepentingan asing, yang mencoba memanfaatkan suasana bangsa.

Freeport memanfaatkan situasi politik nasional yang cukup rentan ini dengan mencoba untuk memperpanjang kontrak karya sebelum waktunya. Mereka ini banyak bikin kacaunya daripada kontribusinya kepada negara. Mereka mengesankan seolah-olah sudah banyak berbuat dan banyak berkontribusi, padahal yang mereka berikan jauh lebih kecil dari kontribusi pejuang devisa, para buruh migran yang bekerja di luar negeri.

Jadi, kalau mau main data, sini saya akan tarung dan paparkan.

Mereka ini lebih seperti "imperialis", bukan pengusaha. Kesannya saja ada business practices, tapi core bisnisnya, ya "ekonomi yang menghisap". Jangan bicara bangun infrastruktur sudah hebat. Berapa milyar, atau trilyun, yang mereka hasilkan per hari? Yang dikasih ke negara hanya 7 trilyun per tahun. Sama seperti Belanda memberi demang di jaman dulu. Belanda juga membangun infrastruktur berupa jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, sekolah, dan kesehatan. Tapi, tetap saja prakteknya imperialis, tetap saja kita katakan mereka itu penjajah.

Konstitusi kita juga tegas, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.

Ya, kita tegak lurus saja dengan konstitusi. Suruh hengkang saja, sudah keterlaluan. Saya juga minta diinvestigasi aturan-aturan yang dibuat negara dahulu. Jangan-jangan disusupi kepentingan mereka. Karena saat ini mereka gerah, Pak Jokowi dan Pak Jonan tidak bisa kompromi, tidak bisa diatur seenaknya.

Bayangkan, kita minta bangun smelter saja, yang hanya tampung 40% dari produksi, mereka keberatan. Ini sudah sangat konyol. Eh, sekarang bicara perpanjangan, yang mereka mau bawa ke Arbitrase pula.

Saya sarankan, kali ini kita lawan. Kita audit seluruh perijinan, audit forensik, audit fisik, termasuk juga perijinan mereka di bidang lingkungan hidup. Mereka jangan seperti malaikat. Memangnya mereka tidak ada dosa-dosa? Catatannya panjang juga.

Demikian suara salah satu anak bangsa, Arteria Dahlan, S.T., S.H., M.H., Anggota DPR RI, Alumni FHUI Program Keahlian Hukum Bisnis, Pemerhati Hukum. Diterima Redaksi Klikanggaran.com pada hari Minggu, 26 Februari 2017.

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kit Rose

Tags

Rekomendasi

Terkini

X