Jakarta, Klikanggaran.com (1/10/2017) - Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, berbicara di depan seniornya di Mabes TNI, dan menyatakan "ada institusi akan melakukan impor senjata berat dengan mencatut nama Presiden". Pernyataan pada tanggal (23/9/2017) ini telah menimbulkan sikap pro dan kontra di ruang publik, bahkan ada yang menuding bahwa sikap Panglima itu tidak pantas dan ada motif politiknya. Tudingan amat sadis juga datang dari kelompok "IQ sekolam 200", bahkan sampai meminta Panglima TNI Gatot Nurmantyo meletakkan jabatannya. Demikian disampaikan oleh Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) dalam tulisan yang diterima Klikanggaran.com di Jakarta, Minggu (1/10/2017).
Yusri, secara khusus mengajak kita untuk membedah, apakah sikap Panglima TNI itu benar atau salah. Dalam pandangannya, adalah gagal paham kalau ada sekolompok orang yang meragukan informasi yang disampaikan oleh Panglima TNI yang merupakan "A1". Sehingga menurutnya, perlu dipahami bahwa di hampir semua negara yang ada kedutaan Indonesia pasti selalu ada jabatan "atase meliter/athan", di bawah koordinasi Ka Bais.
Jadi sudah pasti, lanjut Yusri, setiap ada kegiatan rencana import senjata dari intitusi apa pun dalam negeri, perusahaan importir seharusnya melakukan koordinasi kepada "athan". Kecuali akan menyelundupkan senjata, sudah pasti "athan" melaporkan rencana kegiatan itu ke Bais sebagai bagian organ intelijen Panglima TNI. Di sisi lain, ada pertanyaan, mengapa Panglima TNI tidak melaporkan adanya institusi di luar TNI yang akan melakukan impor senjata yang bisa menghancurkan "tank dan pesawat" itu kepada Presiden?
“Kalau kita menyimak kata-kata Panglima TNI dengan seksama di depan para senior, "Pak Wiranto sebetulnya bersikap lebih soft", dan "ada yang menjual nama Presiden". Maka dari bahasa Panglima TNI tersebut, saya memaknai bahwa kegiatan rencana import senjata itu telah dilaporkan terlebih dahulu oleh Panglima TNI kepada Panglima Tertinggi TNI dan sudah mendapat konfirmasi bahwa Presiden tidak tahu. Dan, Pak Wiranto juga harusnya sudah tahu bahwa hal ini pernah dilaporkan ke Presiden. Kalau belakangan ada kalimat Pak Wiranto bahwa ada komunikasi yang belum tuntas, itu kalimat yang terpaksa dia buat, untuk mengkondisi di public, bahwa persoalan sudah selesai, jangan gaduh saja, dan sifatnya lebih politis. Walaupun faktanya tidak seperti itu,” urai Yusri Usman.
Hal tersebut menurut Yusri terbukti dari dokumen yang beredar luas, bahwa Polri juga mengakui bahwa benar telah mengimpor 280 pucuk senjata berat atas keterangan pers Kadiv Humas Irjen Setyo Wasito di Mabes Polri (30/9/2017).
“Bahkan, berdasarkan informasi yang beredar, akan ada tambahan dalam jumlah besar oleh importir PT Mustika Duta Mas milik Jimmy Wijaya dioperatori anaknya G, dan perusahaan tersebut adalah sebagai pemasok besar juga alat-alat komunikasi di BIN,” ujar Yusri.
“Sehingga KPK harus pro aktif memantau sepak terjang JW dan G di DPR, dalam dugaan mengatur anggaran. Apalagi saat ini komisi III bungkam dalam kekisruhan ini. Untuk tidak menimbulkan kebingungan di publik, sebaiknya Presiden membentuk Tim Pencari Fakta atas dugaan yang disampaikan oleh Panglima TNI. Apa benar, atau salah? Bila salah, tentu Panglima TNI juga harus menerima hukumannya. Akan tetapi, bila benar, maka Presiden harus melakukan tindakan keras dan mencopot siapapun yang terlibat dalam tindakan melawan UU yang bisa mengancam keutuhan NKRI,” tutup Yusri Usman.