Pematang Siantar, Klikanggaran.com (15/10/2017) - Salah satu penduduk Pematang Siantar, Mara Salem Harahap, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi buruk yang terjadi di holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan.
Ia menganggap holding tersebut layaknya manusia tengah sekarat di ruang ICCU rumah sakit dan sedang menunggu ajalnya datang.
Pasalnya, diduga karena salah diagnosis terhadap penyakit yang diderita oleh holding perkebunan PTPN 1 sampai pada PTPN XIV selama ini oleh Deputy Bidang Usaha Argo Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro.
"Akibat salah diagnosis tersebut malah semakin parah, terbukti dengan komentar Wahyu Kuncoro yang mengomentari tulisan saya. Bahwa dengan menempatkan orang perbankan sebanyak mungkin pada level puncak akan bisa tertib administrasi dan lebih hemat serta perusahaan akan sehat. Dia lupa, kredit macet itu paling besar di bank pemerintah termasuk BNI," tutur Mara Salem Harahap pada Klikanggaran.com Sabtu (14/10/2017).
Mara juga mengungkapkan fakta lainnya mengenai holding perkebunan tersebut, bahwa telah terjadi penurunan produktifitas hampir di semua jenis tanaman. Dimulai dari buah kelapa sawit, minyak sawit, tembakau, hingga gula dan kopi.
Hal tersebut menurutnya penyebabnya adalah karena dari hulu sampai hilir ada kesalahan meliputi pemotongan biaya perawatan tanaman, pemupukan tenaman hanya sekali dari dua kali, kacaunya angkutan TBS dari kebun ke PKS yang menyebabkan tingginya restan TBS, dan menurunannya rendemen CPO oleh kinerja PKS yang peralatannya dipasok oleh casing yang asli, tapi dalamnya KW.
"Maka, sangat bisa dipahami kehilangan potensi pendapatan yang dialami oleh holding pada tahun 2016 sekitar Rp 6 triliun untuk semua komoditi, CPO, dan gula, sebagai penyumbang terbesarnya. Tentu potensi kehilangan pendapatan di tahun 2017 bisa jadi lebih parah dengan hampir sekitar 15 PKS tidak beroperasi," tuturnya.